Minggu, 28 Oktober 2012

sambungan materi peristiwa G.30S/PKI

7. Proses Peralihan Kekuasaan Politik Setelah Peristiwa G30S/PKI
a. Masa Transisi ( 1966 – 1967 )
Setelah peristiwa G30S/PKI, muncul berbagai upaya untuk melakukan
perbaikan politik di dalam negeri. Diantaranya Simposium Kebangkitan Semangat ’66
yang diselenggarakan oleh Universtias Indonesia bekerja sama dengan KAMI (Kesatuan
Aksi Mahasiswa Indonesia ) dan KASI ( Kesatuan Aksi Sarjana Indonesia ).
Dalam simposium itu, disarankan kepada Pemerintah untuk mengembalikan
kewibawaan Negara Republik Indonesia sebagai negara hukum melalui usulan tentang
pemurnian pelaksanaan UUD 1945, penghentian pengeluaran Penpres – Penpres Baru
dan peninjauan kembali semua Penpres yang telah dikeluarkan.
Memasuki masa – masa terakhir transisi, Pemerintah menghadapi masalah
nasional. Masalah – masalah nasional yang meminta perhatian selama tahun – tahun
terakhir dari masa transisi adalah sebagai berikut :
1. Berusaha memperkuat pelaksanaan sistem konstitusional, menegakkan hukum dan
menumbuhkan kehidupan demokrasi yang sehat sebagai syarat untuk mewujudkan
stabilitas politik.
2. Melaksanakan Pembangunan Lima tahun yang pertama sebagai usaha untuk
memberi isi kepada kemerdekaan.
3. Tetap waspada dan sekaligus memberantas sisa – sisa kekuatan laten PKI.
b. Peralihan Kekuasaan dari Presiden Soekarno kepada Jenderal Soeharto
Pada Sidang Umum MPRS tahun 1966, Presiden diminta oleh MPRS untuk
memberikan pertanggungjawaban mengenai kebijakan yang telah dilakukan, khususnya
mengenai masalah yang menyangkut peristiwa Gerakan 30 September 1965. Namun,
dalam pidato pertanggungjawabannya itu, Presiden cenderung hanya memberikan
amanat seperti apa yang dilakukan di hadapan sidang – sidang lembaga yang berada di
lingkungan tanggung – jawabnya. Presiden memberi nama pidato
pertanggungjawabannya itu Nawaksara yang artinya sembilan pokok masalah. Masalah
nasional tentang masalah Gerakan 30 September 1965 / PKI tidak disinggung sama
sekali, sehingga pertanggungjawaban Presiden dianggap tidak lengkap. Oleh karena itu,
Pimpinan MPRS meminta kepada Presiden untuk melengkapinya.
Setelah melalui serangkaian pertemuan, maka pada tanggal 23 Februari 1967
di Istana Negara Jakarta dengan disaksikan oleh Ketua Presidium Kabinet Ampera dan
para Menteri, Presiden / Mandatari MPR / Panglima Tertinggi ABRI dengan resmi telah
menyerahkan kekuasaan Pemerintahan kepada pengemban Ketetapan MPRS No. IX /
MPRS / 1966, Jenderal Soeharto.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar