Minggu, 28 Oktober 2012

sambungan ancaman dalam negeri

6. Gerakan 30 September 1965 / PKI
Setelah pemberontakan PKI Madiun berhasil ditumpas, PKI ternyata tetap
bergerak di bawah tanah. Kemudian PKI muncul kembali pada tahun 1950 dalam
kehidupan politik di Indonesia dan ikut serta dalam Pemilihan Umum I tahun 1955.
a. Sebab – sebab Munculnya Gerakan 30 September 1965 / PKI
Sekjen D.N. Aidit terpilih menjadi Ketua PKI tahun 1951, ia dengan cepat
membangun kembali PKI yang porak – poranda akibat kegagalan pemberontakan pada
tahun 1948.
PKI juga membentuk biro khusus yang secara rahasia bertugas
mempersiapkan kader – kader di berbagai organisasi politik, termasuk dalam tubuh
ABRI. PKI juga berusaha mempengaruhi Presiden Soekarno untuk menyingkirkan dan
melenyapkan lawan – lawan politiknya.
PKI juga menyebutkan bahwa Anggota Dewan Jenderal itu adalah agen
Nekolim ( Amerika Serikat atau Inggris ). Namun dalam rangka memperingati Hari
Ulang Tahun ABRI pada tanggal 5 Oktober 1965, puluhan ribu tentara telah berkumpul
di Jakarta sejak akhir bulan September 1965, sehingga dugaan – dugaan akan terajdinya
kudeta semakin bertambah santer.
b. Gerakan 30 September 1965 / PKI ( G30S/PKI )
Menjelang terjadinya peristiwa G30S/PKI, tersiar kabar bahwa kesehatan
Presiden mulai menurun. Mengetahui keadaan Presiden Soekarno seperti itu, D.N. Aidit
langsung memulai gerakan. Rencana gerakan diserahkan kepada Kamaruzaman ( alias
Syam ) yang diangkat sebagai Ketua Biro Khusus PKI dan disetujui oleh D.N. Aidit.
PKI menetapkan bahwa Gerakan 30 September 1965 / PKI secara fisik
dilakukan dengan kekuatan militer yang dipimpin oleh Letnan Kolonel Untung,
Komandan Batalyon I Resimen cakrabirawa ( Pasukan Pengawal Presiden ) yang
bertindak sebagai pimpinan formal seluruh gerakan.
Letnan Kolonel Untung memerintahkan kepada seluruh anggota gerakan
untuk siap dan mulai bergerak pada dini hari tanggal 1 Oktober 1965 untuk melakukan
serangkaian penculikan dan pembunuhan terhadap enam perwira tinggi dan seorang
perwira pertama dari Angkatan Darat. Para korban dibawa ke Lubang Buaya ( terletak
di sebelah selatan pangkalan udara utama Halim Perdana Kusuma ). Kemudian mereka
dimasukkan ke dalam sumur tua, dan ditimbun dengan sampah dan tanah. Ketujuh
korban dari TNI – Angkatan Darat adalah sebagai berikut :
1. Letnan Jenderal Ahmad Yani ( Menteri / Panglima Angkatan Darat atau Men.
Pangad )
2. Mayor Jenderal R. Soeprapto ( Deputy II Pangad )
3. Mayor Jenderal Haryono Mas Tirtodarmo ( Deputy III Pangad )
4. Mayor Jenderal Suwondo Parman ( Asisten I Pangad )
5. Brigadir Jenderal Donald Izacus Panjaitan ( Asisten IV Pangad )
6. Brigadir Jenderal Soetojo Siswomiharjo ( inspektur Kehakiman / Oditur )
7. Letnan Satu Pierre Andreas tendean ( Ajudan Jenderal A.H. Nasution )
Pada waktu bersamaan, Gerakan 30 September 1965 / PKI mencoba untuk
mengadakan perebutan kekuasaan di Yogyakarta, Solo, wonogiri dan Semarang.
Selanjutnya gerakan tersebut mengumumkan berdirinya Dewan Resolusi melalui RRI
pada tanggal 1 Oktober 1965. Dewan Resolusi yang dipancarkan melalui siaran RRI itu
dibacakan oleh Letnan Kolonel Untung.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar