Patung Liberty tidak dibuat di New York!
Patung Liberty, kebanggaan dan simbol Kota New York, ternyata bukan
dibuat di New York. Patung tersebut, yang ternyata didesain oleh pemahat
Prancis, Frederic-Auguste Bartholdi
pertama kali dibangun dan disusun di Prancis pada tahun 1874. Patung
Dewi Kemerdekaan tersebut dipersembahkan oleh rakyat Prancis kepada
rakyat Amerika, sebagai hadiah ulang tahun kemerdekaan Amerika yang
ke-100.
Setelah selesai dibuat di Prancis, patung tersebut dibongkar, dan
dikemas dalam 200 muatan besar untuk dikirim ke Amerika. Patung Liberty
selanjutnya disusun kembali di Bedloe’s Island di mulut pelabuhan Kota
New York. Sedemikian lama proses pengepakan ini, hingga patung Liberty
baru bisa diresmikan pada tanggal 28 Oktober 1886, sepuluh tahun setelah
HUT kemerdekaan Amerika yang ke-100.
Dengan tinggi 46 meter dan berat 204 ton, Patung Liberty berdiri
diatas landasan setinggi 46 meter. Bagian dalamnya diisi oleh rangka
baja, sementara bagian luarnya dibuat dari plat tembaga. Rangka baja
patung Liberty, dibuat dan dirancang oleh Gustave Eiffel, orang yang juga merancang dan membangun Menara Eiffel.
Sumber: http://id.shvoong.com/
Senin, 24 September 2012
Materi Sejarah sm.1 SMA XII IPS
KEADAAN EKONOMI-KEUANGAN PADA AWAL KEMERDEKAAN
A. FAKTOR-FAKTOR PENYEBAB MEMBURUKNYA KEADAAN EKONOMI DAN KEUANGAN DI INDONESIA PADA AWAL KEMERDEKAAN
Pada akhir pendudukan Jepang dan pada awal berdirinya Republik
Indonesia keadaan ekonomi Indonesia sangat kacau. Hal ini disebabkan
oleh hal-hal sebagai berikut :
1. Inflasi yang sangat tinggi (Hiper-Inflasi).
Penyebab terjadinya inflasi ini adalah beredarnya mata uang
pendudukan Jepang secara tak terkendali. Pada saat itu diperkirakan mata
uang Jepang yang beredar di masyarakat sebesar 4 milyar. Dari jumlah
tersebut, yang beredar di Jawa saja, diperkirakan sebesar 1,6 milyar.
Jumlah itu kemudian bertambah ketika pasukan Sekutu berhasil menduduki
beberapa kota besar di Indonesia dan meguasai bank-bank. Dari bank-bank
itu Sekutu mengedarkan uang cadangan sebesar 2,3 milyar untuk keperluan
operasi mereka. Kelompok masyarakat yang paling menderita akibat inflasi
ini adalah petani. Hal itu disebabkan pada zaman pendudukan Jepang
petani adalah produsen yang paling banyak menyimpan mata-uang Jepang.Pemerintah Republik Indonesia yang baru berdiri, tidak dapat menghentikan peredaran mata uang Jepang tersebut, sebab negara RI belum memiliki mata-uang baru sebagai penggantinya. Maka dari itu, untuk sementara waktu pemerintah RI menyatakan tiga mata uang yang berlaku di wilayah RI, yaitu :
a. mata-uang De Javasche Bank;
b. mata-uang pemerintah Hindia Belanda;
c. mata-uang pendudukan Jepang.
Pada saat kesulitan ekonomi menghimpit bangsa Indonesia, tanggal 6 Maret 1946, Panglima AFNEI yang baru, Letnan Jenderal Sir Montagu Stopford mengumumkan berlakunya uang NICA di daerah-daerah yang diduduki Sekutu. Uang NICA ini dimaksudkan sebagai pengganti uang Jepang yang nilainya sudah sangat turun. Pemerintah melalui Perdana Menteri Syahrir memproses tindakan tersebut. Karena hal itu berarti pihak Sekutu telah melanggar persetujuan yang telah disepakati, yakni selama belum ada penyelesaian politik mengenai status Indonesia, tidak akan ada mata uang baru.
Oleh karena itulah pada bulan Oktober 1946 Pemerintah RI, juga melakukan hal yang sama yaitu mengeluarkan uang kertas baru yaitu Oeang Republik Indonesia (ORI) sebagai pengganti uang Jepang. Untuk melaksanakan koordinasi dalam pengurusan bidang ekonomi dan keuangan, pemerintah membentuk Bank Negara Indonesia pada tanggal 1 November 1946. Bank Negara ini semula adalah Yayasan Pusat Bank yang didirikan pada bulan Juli 1946 dan dipimpin oleh Margono Djojohadikusumo. Bank negara ini bertugas mengatur nilai tukar ORI dengan valuta asing.
2. Adanya blokade ekonomi, oleh Belanda (NICA). Blokade laut ini dimulai pada bulan November 1945 ini, menutup pintu keluar-masuk perdagangan RI. Adapun alasan pemerintah Belanda melakukan blokade ini adalah :
a. Untuk mencegah dimasukkannya senjata dan peralatan militer ke Indonesia;
b. Mencegah dikeluarkannya hasil-hasil perkebunan milik Belanda dan milik asing lainnya;
c. Melindungi bangsa Indonesia dari tindakan-tindakan yang dilakukan oleh orang bukan Indonesia.
Akibat dari blokade ini barang-barang dagangan milik pemerintah RI tidak dapat diekspor, sehingga banyak barang-barang ekspor yang dibumihanguskan. Selain itu Indonesia menjadi kekurangan barang-barang impor yang sangat dibutuhkan.
3. Kas negara kosong, pajak dan bea masuk sangat berkurang, sehingga pendapatan pemeritah semakin tidak sebanding dengan pengeluarannya. Penghasilan pemerintah hanya bergantung kepada produksi pertanian. Karena dukungan petani inilah pemerintah RI masih bertahan, sekali pun keadaan ekonomi sangat buruk.
B. USAHA MENEMBUS BLOKADE EKONOMI
Usaha-usaha untuk menembus blokade ekonomi yang dilakukan oleh pihak
Belanda dilaksanakan oleh pemerintah dengan berbagai cara, diantaranya
sebagai berikut :1. Diplomasi Beras ke India
Usaha ini lebih bersifat politis daripada ekonomis. Ketika terdengar berita bahwa rakyat India sedang ditimpa bahaya kelaparan, pemerintah RI segera menyatakan kesediaannya untuk membantu pemerintah India dengan mengirimkan 500.000 ton beras, dengan harga sangat rendah. Pemerintah bersedia melakukan hal ini karena diperkirakan pada musim panen tahun 1946 akan diperoleh surplus sebesar 200.000 sampai 400.000 ton.
Sebagai imbalannya pemerintah India menjanjikan akan mengirimkan bahan pakaian yang sangat dibutuhkan oleh rakyat Indonesia. Keuntungan politik yang diperoleh oleh pemerintah RI adalah dalam forum internasional India adalah negara Asia yang paling aktif membantu perjuangan kemerdekaan RI.
2. Mengadakan Hubungan Dagang Langsung ke Luar Negeri
Usaha untuk membuka hubungan langsung ke luar
negeri, dilakukan oleh pihak pemerintah maupun pihak swasta. Diantara
usaha-usaha tersebut adalah sebagai berikut :a. Mengadakan kontak hubungan dengan perusahaan swasta Amerika (Isbrantsen Inc.). Usaha ini dirintis oleh BTC (Banking and Trading Corporation), suatu badan perdagangan semi-pemerintah yang dipimpin oleh Dr. Sumitro Djojohadikusumo dan Dr. Ong Eng Die. Dalam transaksi pertama pihak Amerika Serikat bersedia membeli barang-barang ekspor dari Indonesia seperti gula, karet, teh, dan sebagainya. Kapal Isbrantsen Inc. yang masuk ke pelabuhan Cirebon adalah kapal Martin Behrmann yang mengangkut barang-barang pesanan RI dan akan memuat barang-barang ekspor dari RI. Akan tetapi kapal itu dicegat oleh kapal Angkatan Laut Belanda dan diseret ke pelabuhan Tanjung Priuk dan seluruh muatannya disita.
b. Menembus blokade ekonomi Belanda di Sumatera dengan tujuan Singapura dan Malaysia. Oleh karena jarak perairan yang relatif dekat, maka usaha ini dilakukan dengan perahu layar dan kapal motor cepat. Usaha ini secara sistimatis dilakukan sejak tahun 1946 sampai dengan akhir masa Perang Kemerdekaan. Pelaksanaan penembusan blokade ini dilakukan oleh Angkatan Laut RI dengan dibantu oleh pemerintah daerah penghasil barang-barang ekspor.
Sejak awal tahun 1947 pemerintah RI membentuk perwakilan resmi di Singapura yang diberi nama Indonesia Office (Indoff). Secara resmi Indoff ini merupakan badan yang memperjuangkan kepentingan politik di luar negeri, namun secara rahasia juga berusaha menembus blokade dan usaha perdagangan barter.
Kementerian Pertahanan juga membentuk perwakilannya di luar negeri yang disebut Kementerian Pertahanan Usaha Luar Negeri (KPLULN) yang dipimpin oleh Ali Jayengprawiro. Tugas pokok badan ini adalah membeli senjata dan perlengkapan Angkatan Perang. Sebagai pelaksana upaya menembus blokade ini yang terkenal adalah John Lie, O.P. Koesno, Ibrahim Saleh dan Chris Tampenawas. Selama tahun 1946 pelabuhan di Sumatera hanya Belawan yang berhasil diduduki Belanda. Karena perairan di Sumatera sangatlah luas, maka pihak Belanda tidak mampu melakukan pengawasan secara ketat. Hasil-hasil dari Sumatera terutama karet yang berhasil diselundupkan ke luar negeri, utamanya ke Singapura, mencapai jumlah puluhan ribu ton. Selama tahun 1946 saja barang-barang yang diterima oleh Singapura dari Sumatera seharga Straits $ 20.000.000,-. Sedangkan yang berasal dari Jawa hanya Straits $ 1.000.000,-. Sebaliknya barang-barang yang dikirim ke Sumatera dari Singapura seharga Straits $ 3.000.000,- dan dari Singapura ke Jawa seharga Straits $ 2.000.000,-.
C. USAHA-USAHA MENGATASI KESULITAN EKONOMI
Pada awal kemerdekaan masih belum sempat melakukan perbaikan ekonomi
secara baik. Baru mulai Pebruari 1946, pemerintah mulai memprakarsai
usaha untuk memecahkan masalah-masalah ekonomi yang mendesak.
Upaya-upaya itu diantaranya sebagai berikut :
1. Pinjaman Nasional
Program Pinjaman Nasional ini dilaksanakan oleh Menteri Keuangan. lr. Surachman
dengan persetujuan BP-KNIP. Pinjaman Nasional akan dibayar kembali
selama jangka waktu 40 tahun. Besar pinjaman yang dilakukan pada bulan
Juli 1946 sebesar Rp. 1.000.000.000,00. Pada tahun pertama berhasil
dikumpulkan uang sejumlah Rp. 500.000.000,00. Sukses yang dicapai ini
menunjukkan besarnya dukungan dan kepercayaan rakyat kepada Pemerintah
RI.
2. Konferensi Ekonomi, Februari 1946
Konferensi ini dihadiri oleh para cendekiawan, para gubernur dan para
pejabat lainnya yang bertanggungjawab langsung mengenai masalah ekonomi
di Jawa. Konferensi ini dipimpin oleh Menteri Kemakmuran, Ir. Darmawan Mangunkusumo.
Tujuan konferensi ini adalah untuk memperoleh kesepakatan yang bulat
dalam menanggulangi masalah-masalah ekonomi yang mendesak, seperti :a. masalah produksi dan distribusi makanan
Dalam masalah produksi dan distribusi bahan makanan disepakati bahwa sistem autarki lokal sebagai kelanjutan dari sistem ekonomi perang Jepang, secara berangsur-angsur akan dihapuskan dan diganti dengan sistem desentralisasi.
b. masalah sandang
Mengenai masalah sandang disepakati bahwa Badan Pengawasan Makanan Rakyat diganti dengan Badan Persediaan dan Pembagian Makanan (PPBM) yang dipimpin oleh dr. Sudarsono dan dibawah pengawasan Kementerian Kemakmuran. PPBM dapat dianggap sebagai awal dari terbentuknya Badan Urusan Logistik (Bulog).
c. status dan administrasi perkebunan-perkebunan
Mengenai masalah penilaian kembali status dan administrasi perkebunan yang merupakan perusahaan vital bagi RI, konferensi ini menyumbangkan beberapa pokok pikiran. Pada masa Kabinet Sjahrir, persoalan status dan administrasi perkebunan ini dapat diselesaikan. Semua perkebunan dikuasai oleh negara dengan sistem sentralisasi di bawah pengawasan Kementerian Kemakmuran.
Konferensi Ekonomi kedua diadakan di Solo pada tanggal 6 Mei 1946. Konferensi kedua ini membahas masalah perekonomian yang lebih luas, seperti program ekonomi pemerintah, masalah keuangan negara, pengendalian harga, distribusi dan alokasi tenaga manusia. Dalam konferensi ini Wakil Presiden Drs. Moh. Hatta memberikan saran-saran yang berkaitan dengan masalah rehabilitasi pabrik gula. Hal ini disebabkan gula merupakan bahan ekspor yang penting, oleh karena itu pengusahaannya harus dikuasai oleh negara. Hasil ekspor ini diharapkan dapat dibelikan atau ditukar dengan barang-barang lainnya yang dibutuhkan RI.
Saran yang disampaikan oleh Wakil Presiden ini dapat direalisasikan pada tanggal 21 Mei 1946 dengan dibentuknya Badan Penyelenggara Perusahaan Gula Negara (BPPGN) berdasarkan Peraturan Pemerintah No. 3/1946. Peraturan tersebut disempurnakan melalui Peraturan Pemerintah No. 4 tahun 1946, tanggal 6 Juni 1946 mengenai pembentukan Perusahaan Perkebunan Negara (PPN).
3. Pembentukan Planning Board (Badan Perancang Ekonomi) pada tanggal 19 Januari 1947
Pembentukan Badan ini atas inisiatif Menteri Kemakmuran, dr. A.K. Gani.
Badan ini merupakan badan tetap yang bertugas membuat rencana
pembangunan ekonomi untuk jangka waktu 2 sampai 3 tahun. Sesudah Badan
Perancang ini bersidang, A.K. Gani mengumumkan Rencana
Pembangunan Sepuluh Tahun. Untuk mendanai Rencana Pembangunan ini
terbuka baik bagi pemodal dalam negeri maupun bagi pemodal asing. Untuk
menampung dana pembangunan tersebut pemerintah akan membentuk Bank Pembangunan.Pada bulan April 1947, Badan Perancang ini diperluas menjadi Panitia Pemikir Siasat Ekonomi yang dipimpin langsung oleh Wakil Presiden Moh. Hatta, sedangkan A.K. Gani sebagai wakilnya. Panitia ini bertugas mempelajari, mengumpulkan data dan memberikan saran kepada pemerintah dalam merencanakan pembangunan ekonomi dan dalam rangka melakukan perundingan dengan pihak Belanda.
Semua hasil pemikiran ini belum berhasil dilaksanakan dengan baik, karena situasi politik dan militer yang tidak memungkinkan. Agresi Militer Belanda mengakibatkan sebagian besar daerah RI yang memiliki potensi ekonomi baik, jatuh ke tangan Belanda. Wilayah RI tinggal beberapa keresidenan di Jawa dan Sumatera yang sebagian besar tergolong sebagai daerah minus dan berpenduduk padat. Pecahnya Pemberontakan PKI Madiun dan Agresi Militer Belanda II mengakibatkan kesulitan ekonomi semakin memuncak.
4. Rekonstruksi dan Rasionalisasi Angkatan Perang (RERA) pada tahun 1948.
Program yang diprakarsai oleh Wakil Presiden Drs. Moh. Hatta ini, dimaksudkan untuk mengurangi beban negara dalam bidang ekonomi, disamping meningkatkan efesiensi. Rasionalisasi ini meliputi penyempurnaan administrasi negara, Angkatan Perang dan aparat ekonomi. Sejumlah satuan Angkatan Perang dikurangi secara dratis. Selanjutnya tenaga-tenaga bekas Angkatan Perang ini disalurkan ke bidang-bidang produktif dan diurus oleh Kementerian Pembangunan dan Pemuda.
5. Rencana Kasimo (Kasimo Plan)
Program ini disusun oleh Menteri Urusan Bahan Makanan I.J. Kasimo. Pada dasarnya program ini berupa Rencana Produksi Tiga Tahun, 1948-1950 mengenai usaha swasembada
pangan dengan beberapa petunjuk pelaksanaan yang praktis. Untuk
mningkatkan produksi bahan pangan dalam program ini, Kasimo menyarankan
agar :a. menanami tanah-tanah kosong di Sumatera timur seluas 281.277 ha.;
b. di Jawa dilakkan intensifikasi dengan menanam bibit unggul;
c. pencegahan penyembelihan hewan-hewan yang berperan penting bagi produksi pangan;
d. disetiap desa dibentuk kebun-kebun bibit;
e. tranmigrasi.
6. Persatuan Tenaga Ekonomi (PTE)
Organisasi yang dipimpin B.R. Motik ini, bertujuan
untuk menggiatkan kembali partisipasi pengusaha swasta. Dengan
dibentuknya PTE juga diharapkan dapat dan melenyapkan individualisasi di
kalangan organisasi pedagang sehingga dapat memperkokoh ketahanan
ekonomi bangsa Indonesia. Pemerintah menganjurkan agar pemerintah daerah
usaha-usaha yang dilakukan oleh PTE. Akan tetapi nampaknya PTE tidak
dapat berjalan dengan baik. PTE hanya mampu mendirikan Bank PTE di
Yogyakarta dengan modal awal Rp. 5.000.000. Kegiatan PTE semakin mundur
akibat dari Agresi Militer Belanda.Selain PTE perdagangan swasta lainnya yang juga membantu usaha ekonomi pemerintah adalah Banking and Trading Corporation (Perseroan Bank dan Perdagangan).
Materi Sejarah Kls.XII IPS SMANDAKOSTA
PERISTIWA SEKITAR PROKLAMASI 17 AGUSTUS 1945
A. PEMBENTUKAN BPUPKI
Pada tahun 1944 Saipan jatuh ke tangan Sekutu. Demikian halnya dengan pasukan Jepang di Papua Nugini, Kepulauan Solomon dan Kepulauan Marshall,
dipukul mundur oleh pasukan Sekutu. Dengan demikian seluruh garis
pertahanan Jepang di Pasifik sudah hancur dan bayang-bayang kekalahan
Jepang mulai nampak. Selanjutnya Jepang mengalami serangan udara di kota
Ambon, Makasar, Menado dan Surabaya. Bahkan pasukan Sekutu telah
mendarat di daerah-daerah minyak seperti Tarakan dan Balikpapan.
Dalam situasi kritis tersebut, pada tanggal 1 maret 1945 Letnan Jendral Kumakici Harada, pimpinan pemerintah pendudukan Jepang di Jawa, mengumumkan pembentukan Badan Penyelidik Usaha-usaha Persiapan Kemerdekaan Indonesia (Dokuritsu Junbi Cosakai).
Pembentukan badan ini bertujuan untuk menyelidiki hal-hal penting
menyangkut pembentukan negara Indonesia merdeka. Pengangkatan pengurus
ini diumumkan pada tanggal 29 April 1945. dr. K.R.T. Radjiman Wediodiningrat diangkat sebagai ketua (Kaico). Sedangkan yang duduk sebagai Ketua Muda (Fuku Kaico) pertama dijabat oleh seorang Jepang, Shucokan Cirebon yang bernama Icibangase. R.P. Suroso diangkat sebagai Kepala Sekretariat dengan dibantu oleh Toyohito Masuda dan Mr. A.G. Pringgodigdo.
B. SIDANG-SIDANG BPUPKI
Pada tanggal 28 Mei 1945 dilangsungkan upacara peresmian Badan Penyelidik Usaha-usaha Persiapan Kemerdekaan bertempat di gedung Cuo Sangi In,
Jalan Pejambon (sekarang Gedung Departemen Luar Negeri), Jakarta.
Upacara peresmian itu dihadiri pula oleh dua pejabat Jepang, yaitu : Jenderal Itagaki (Panglima Tentara Ketujuh yang bermarkas di Singapura dan Letnan Jenderal Nagano (Panglima Tentara Keenambelas yang baru). Pada kesempatan itu dikibarkan bendera Jepang, Hinomaru oleh Mr. A.G. Pringgodigdo yang disusul dengan pengibaran bendera Sang Merah Putih oleh Toyohiko Masuda. Peristiwa itu membangkitkan semangat para anggota dalam usaha mempersiapkan kemerdekaan Indonesia.
Persidangan BPUPKI untuk merumuskan Undang-undang Dasar diawali
dengan pembahasan mengenai persoalan “dasar” bagi Negara Indonesia
Merdeka. Untuk itulah pada kata pembukaannya, ketua BPUPKI, dr. Radjiman Wediodiningrat
meminta pandangan para anggota mengenai dasar Negara Indonesia merdeka
tersebut. Tokoh yang pertama kali mendapatkan kesempatan untuk
mengutarakan rumusan Dasar Negara Indonesia Merdeka adalah Mr. Muh. Yamin.
Pada hari pertama persidangan pertama tanggal 29 Mei 1945, Muh. Yamin
mengemukakan lima “Azas Dasar Negara Kebangsaan Republik Indonesia”
sebagai berikut :
1. Peri Kebangsaan;
2. Peri Kemanusiaan;
3. Peri Ke-Tuhanan;
4. Peri Kerakyatan;
5. Kesejahteraan Rakyat.
Dua hari kemudian pada tanggal 31 Mei 1945 Prof. Dr. Mr. Supomo mengajukan Dasar Negara Indonesia Merdeka adalah sebagai berikut :
1. persatuan
2. kekeluargaan
3. keseimbangan
4. musyawarah
5. keadilan sosial
Keesokan harinya pada tanggal 1 Juni 1945 berlangsunglah rapat terakhir dalam persidangan pertama itu. Pada kesempatan itulah Ir. Sukarno
mengemukakan pidatonya yang kemudian dikenal sebagai “Lahirnya
Pancasila”. Keistimewaan pidato Ir. Sukarno adalah selain berisi
pandangan mengenai Dasar Negara Indonesia Merdeka, juga berisi usulan
mengenai nama bagi dasar negara, yaitu : Pancasila, Trisila, atau Ekasila.
“Selanjutnya sidang memilih nama Pancasila sebagai nama dasar negara.
Lima dasar negara yang diusulkan oleh Ir. Sukarno adalah sebagai berikut
:
1. Kebangsaan Indonesia;
2. Internasionalisme atau peri-kemanusiaan;
3. Mufakat atau demokrasi
4. Kesejahteraan sosial;
5. Ke-Tuhanan Yang Maha Esa.
Persidangan pertama BPUPKI berakhir pada tanggal 1 Juni 1945. Sidang
tersebut belum menghasilkan keputusan akhir mengenai Dasar Negara
Indonesia Merdeka. Selanjutnya diadakan masa “reses” selama satu bulan
lebih.
Pada tanggal 22 Juni 1945 BPUPKI membentuk Panitia Kecil yang
beranggotakan 9 orang. Oleh karena itu panitia ini juga disebut sebagai
Panitia Sembilan. Anggota-anggota Panitia Sembilan ini adalah sebagai
berikut :
1. Ir. Sukarno
2. Drs. Moh. Hatta
3. Muh. Yamin
4. Mr. Ahmad Subardjo
5. Mr. A.A. Maramis
6. Abdulkadir Muzakkir
7. K.H. Wachid Hasyim
8. K.H. Agus Salim
9. Abikusno Tjokrosujoso.
Musyawarah dari Panitia Sembilan ini kemudian menghasilkan suatu
rumusan yang menggambarkan maksud dan tujuan pembentukan Negara
Indonesia Merdeka. Oleh Muh.Yamin rumusan itu diberi nama Jakarta Charter atau Piagam Jakarta. Rumusan draft dasar negara Indonesia Merdeka itu adalah :
1. Ke-Tuhanan, dengan kewajiban menjalankan Syari’at Islam bagi pemeluk-pemeluknya;
2. (menurut) dasar kemanusiaan yang adil dan beradab;
3. Persatuan Indonesia;
4. (dan) kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan perwakilan;
5. (serta dengan mewujudkan suatu) keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.
Pada tanggal 10 Juli 1945 dibahas Rencana Undang-undang Dasar, termasuk soal pembukaan atau preambule-nya oleh sebuah Panitia Perancang Undang-undang Dasar yang diketuai oleh Ir. Sukarno dan beranggotakan 21 orang. Pada tanggal 11 Juli 1945, Panitia Perancang Undang-undang Dasar dengan suara bulat menyetujui isi preambule (pembukaan) yang diambil dari Piagam Jakarta.
Selanjutnya panitia tersebut membentuk Panitia Kecil Perancang Undang-undang Dasar yang diketuai Prof. Dr. Mr. Supomo dengan anggotanya Mr. Wongsonegoro, Mr. Ahmad Subardjo, Mr. A.A. Maramis, Mr. R.P. Singgih, H. Agus Salim dan Sukiman. Hasil perumusan panitia kecil ini kemudian disempurnakan bahasanya oleh Panitia Penghalus Bahasa yang terdiri dari Husein Djajadiningrat, Agus Salim dan Supomo.
Persidangan kedua BPUPKI dilaksanakan pada tanggal 14 Juli 1945 dalam
rangka menerima laporan Panitia Perancang Undang-undang Dasar. Ir.
Sukarno selaku ketua panitia melaporkan tiga hasil, yaitu :
1. Pernyataan Indonesia Merdeka;
2. Pembukaan Undang-undang Dasar;
3. Undang-undang Dasar (batang tubuh);
C. AKTIVITAS GOLONGAN MUDA
Angkatan Moeda Indonesia dan Gerakan Angkatan Baroe Indonesia
Sebelum BPUPKI dibentuk di Bandung pada tanggal 16 Mei 1945 telah diadakan Kongres Pemuda Seluruh Jawa yang diprakarsai Angkatan Moeda Indonesia.
Organisasi itu sebenarnya dibentuk atas inisitaif Jepang pada
pertengahan 1944, akan tetapi kemudian berkembang menjadi suatu
pergerakan pemuda yang anti-Jepang. Kongres pemuda itu dihadiri oleh
lebih 100 utusan pemuda, pelajar dan mahasiswa seluruh Jawa diantaranya Djamal Ali, Chairul Saleh, Anwar Tjokroaminoto, Harsono Tjokroaminoto serta sejumlah mahasiswa Ika Daigaku
Jakarta. Kongres menghimbau para pemuda di Jawa hendaknya bersatu dan
mempersiapkan diri untuk melaksanakan proklamasi kemerdekaan yang bukan
hadiah Jepang. Setelah tiga hari berlangsung kongres akhirnya memutuskan
dua buah resolusi, yaitu:
1. semua golongan Indonesia, terutama golongan pemuda dipersatukan dan dibulatkan dibawah satu pimpinan nasional.
2. dipercepatnya pelaksanaan pernyataan kemerdekaan Indonesia.
Walaupun demikian kongres pun akhirnya menyatakan dukungan sepenuhnya
dan kerjasama erat dengan Jepang dalam usaha mencapai kemerdekaan.
Pernyataan tersebut tidak memuaskan beberapa tokoh pemuda yang hadir, seperti utusan dari Jakarta yang dipimpin oleh Sukarni, Harsono Tjokroaminoto dan Chairul Saleh.
Mereka bertekad untuk menyiapkan suatu gerakan pemuda yang lebih
radikal. Untuk itulah pada tanggal 3 Juni 1945 diadakan suatu pertemuan
rahasia di Jakarta untuk membentuk suatu panitia khusus yang diketuai
oleh B.M. Diah, dengan anggotanya Sukarni, Sudiro, Sjarif Thajeb, Harsono Tjokroaminoto, Wikana, Chairul Saleh, P. Gultom, Supeno dan Asmara Hadi.
Pertemuan semacam itu diadakan lagi pada tanggal 15 Juni 1945, yang menghasilkan pembentukan Gerakan Angkatan Baroe Indonesia.
Dalam prakteknya kegiatan organisasi itu banyak dikendalikan oleh para
pemuda dari Asrama Menteng 31. Tujuan dari gerakan itu, seperti yang
tercantum di dalam surat kabar Asia Raja pada pertengahan bulan Juni 1945, menunjukkan sifat gerakan yang lebih radikal sebagai berikut :
1. mencapai persatuan kompak di antara seluruh golongan masyarakat Indonesia;
2. menanamkan semangat revolusioner massa atas dasar kesadaran mereka sebagai rakyat yang berdaulat;
3. membentuk Negara Kesatuan Republik Indonesia;
4. mempersatukan Indonesia bahu-membahu dengan Jepang, tetapi jika
perlu gerakan itu bermaksud untuk mencapai kemerdekaan dengan
kekuatannya sendiri.
Gerakan Rakyat Baroe
Gerakan Rakyat Baroe dibentuk berdasarkan hasil sidang ke-8 Cuo Sangi In
yang mengusulkan berdirinya suatu gerakan untuk mengobar-ngobarkan
semangat cinta kepada tanah air dan semangat perang. Pembentukan badan
ini diperkenankan oleh Saiko Shikikan yang baru, Letnan Jenderal Y. Nagano
pada tanggal 2 juli 1945. Susunan pengurus pusat organisasi ini terdiri
dari 80 orang. Anggotanya terdiri atas penduduk asli Indonesia dan
bangsa Jepang, golongan Cina, golongan Arab dan golongan peranakan
Eropa. Tokoh-tokoh pemuda radikal seperti Chairul Saleh, Sukarni,
B.M. Diah, Asmara Hadi, Harsono Tjokroaminoto, Wikana, Sudiro, Supeno,
Adam Malik, S.K. Trimurti, Sutomo dan Pandu Kartawiguna diikutsertakan dalam organisasi tersebut.
Tujuan pemerintah Jepang mengangkat wakil-wakil golongan muda di
dalam organisasi itu adalah agar pemerintah Jepang dapat mengawasi
kegiatan-kegiatan mereka. Sumobuco Mayor Jenderal Nishimura menegaskan bahwa setiap pemuda yang tergabung di dalamnya harus tunduk sepenuhnya kepada Gunseikanbu
(pemerintah militer Jepang) dan mereka harus bekerja dibawah pengawasan
pejabat-pejabat pemerintah. Dengan demikian berarti kebebasan bergerak
para pemuda dibatasi, sehingga timbullah rasa tidak puas. Oleh karena
itulah, tatkala Gerakan Rakyat Baroe ini diresmikan pada
tanggal 28 Juli 1945, tidak seorang pun pemuda radikal yang bersedia
memduduki kursi yang telah disediakan. Sehingga nampak semakin tajam
perselisihan paham antara golongan tua dan golongan muda tentang cara
melaksanakan pembentukan negara Indonesia Merdeka.
D. PEMBENTUKAN PPKI
Pada tanggal 7 Agustus 1945 BPUPKI dibubarkan. Sebagai gantinya pemerintah pendudukan Jepang membentuk PPKI (Dokuritsu Junbi Inkai).
Sebanyak 21 anggota PPKI yang terpilih tidak hanya terbatas pada
wakil-wakil dari Jawa yang berada di bawah pemerintahan Tentara
Keenambelas, tetapi juga dari berbagai pulau, yaitu : 12 wakil dari
Jawa, 3 wakil dari Sumatera, 2 wakil dari Sulawesi, seorang dari
Kalimantan, seorang dari Sunda Kecil (Nusatenggara), seorang dari Maluku
dan seorang lagi dari golongan penduduk Cina. Ir. Sukarno ditunjuk sebagai ketua PPKI dan Drs. Moh. Hatta ditunjuk sebagai wakil ketuanya. Sedangkan Mr. Ahmad Subardjo ditunjuk sebagai penasehatnya.
Kepada para anggota PPKI, Gunseikan Mayor Jenderal Yamamoto menegaskan bahwa para anggota PPKI tidak hanya dipilih oleh pejabat di lingkungan Tentara Keenambelas, akan tetapi oleh Jenderal Besar Terauci sendiri yang menjadi penguasa perang tertinggi di seluruh Asia Tenggara.
Dalam rangka pengangkatan itulah, Jenderal Besar Terauci memanggil tiga tokoh Pergerakan Nasional, yaitu Ir. Sukarno, Drs. Moh. Hatta dan dr. Radjiman Wediodiningrat.
Pada tanggal 9 Agustus 1945 mereka berangkat menuju markas besar
Terauci di Dalat, Vietnam Selatan. Dalam pertemuan di Dalat pada
tanggal 12 Agustus 1945 Jenderal Besar Terauci menyampaikan kepada
ketiga tokoh itu bahwa Pemerintah Kemaharajaan telah memutuskan untuk
memberikan kemerdekaan kepada Indonesia. Pelaksanaannya dapat dilakukan
segera setelah persiapannya selesai oleh PPKI. Wilayah Indonesia akan
meliputi seluruh bekas wilayah Hindia Belanda.
Ketika ketiga tokoh itu berangkat kembali menuju Jakarta pada tanggal
14 Agustus 1945, Jepang telah dibom atom oleh Sekutu di kota Hirosima
dan Nagasaki. Bahkan Uni Soviet mengingkari janjinya dan menyatakan
perang terhadap Jepang seraya melakukan penyerbuan ke Manchuria. Dengan
demikian dapat diramalkan bahwa kekalahan Jepang akan segera terjadi.
Keesokan harinya, pada tanggal 15 Agustus 1945 Sukarno-Hatta tiba
kembali di tanah air. Dengan bangganya Ir. Sukarno berkata :
“Sewaktu-waktu kita dapat merdeka; soalnya hanya tergantung kepada saya
dan kemauan rakyat memperbarui tekadnya meneruskan perang suci Dai Tao
ini. Kalau dahulu saya berkata ‘Sebelum jagung berbuah, Indonesia akan
merdeka : sekarang saya dapat memastikan Indonesia akan merdeka, sebelum
jagung berbuah.” Perkataan itu menunjukkan bahwa Ir. Sukarno pada saat
itu belum mengetahui bahwa Jepang telah menyerah kepada Sekutu.
E. PERBEDAAN PENDAPAT ANTARA GOLONGAN TUA DAN GOLONGAN MUDA
Berita tentang kekalahan Jepang, diketahui oleh sebagian golongan
muda melalui radio siaran luar negeri. Pada malam harinya Sutan syahrir
menyampaikan berita itu kepada Moh. Hatta. Syahrir juga menanyakan
mengenai kemerdekaan Indonesia sehubungan dengan peristiwa tersebut.
Moh. Hatta berjanji akan menanyakan hal itu kepada Gunseikanbu. Setelah yakin bahwa Jepang telah menyerah kepada Sekutu, Moh. Hatta mengambil keputusan untuk segera mengundang anggota PPKI.
Selanjutnya golongan muda mengadakan rapat di salah satu ruangan
Lembaga Bakteriologi di Jalan Pegangsaan Timur, Jakarta. Rapat
dilaksanakan pada tanggal 15 agustus 1945, pukul 20.30 waktu Jawa. Rapat
yang dipimpin oleh Chairul Saleh itu menghasilkan
keputusan “ kemerdekaan Indonesia adalah hak dan soal rakyat Indonesia
sendiri, tak dapat digantungkan pada orang dan negara lain. Segala
ikatan dan hubungan dengan janji kemerdekaan dari Jepang harus
diputuskan dan sebaliknya diharapkan diadakan perundingan dengan
golongan muda agar mereka diikutsertakan dalam pernyataan proklamasi.”
Keputusan rapat itu disampaikan oleh Wikana dan Darwis
pada pukul 22.30 waktu Jawa kepada Ir. Sukarno di rumahnya, Jl.
Pegangsaan Timur 56, Jakarta. Kedua utusan tersebut segera menyampaikan
keputusan golongan muda agar Ir. Sukarno segera memproklamasikan
kemerdekaan Indonesia tanpa menunggu hadiah dari Jepang. Tuntutan Wikana
yang disertai ancaman bahwa akan terjadi pertumpahan darah jika Ir.
Sukarno tidak menyatakan proklamasi keesokan harinya telah menimbulkan
ketegangan. Ir. Sukarno marah dan berkata “Ini leher saya, seretlah saya
ke pojok itu dan sudahilah nyawa saya malam ini juga, jangan menunggu
sampai besok. Saya tidak bisa melepaskan tanggungjawab saya sebagai
ketua PPKI. Karena itu saya tanyakan kepada wakil-wakil PPKI besok”.
Ketegangan itu juga disaksikan oleh golongan tua lainnya seperti : Drs.
Moh. Hatta, dr. Buntaran, dr. Samsi, Mr. Ahmad Subardjo dan Iwa
Kusumasumantri.
Dalam diskusi antara Darwis dan Wikana, Moh. Hatta berkata, “Dan kami
pun tak dapat ditarik-tarik atau didesak supaya mesti juga mengumumkan
proklamasi itu. Kecuali jiak Saudara-saudara memang sudah siap dan
sanggup memproklamasikan. Cobalah! Saya pun ingin melihat kesanggupan
Saudara-saudara !” Utusan itu pun menjawab “Kalau begitu pendirian
Saudara-saudara berdua, baiklah ! Dan kami pemuda-pemuda tidak dapat
menanggung sesuatu, jika besok siang proklamasi belum juga diumumkan.
Kami pemuda-pemuda akan bertindak dan menunjukkan kesanggupan yang
saudara kehendaki itu!”
F. PERISTIWA RENGASDENGKLOK
Sekitar pukul 12.00 kedua utusan meninggalkan halaman rumah Ir.
Sukarno dengan diliputi perasaan kesal memikirkan sikap dan perkataan
sukarno-Hatta. Sesampainya mereka di tempat rapat, mereka melaporkan
semuanya. Menanggapi hal itu kembali golongan muda mengadakan rapat
dini hari tanggal 16 Agustus 1945 di asrama Baperpi, Jalan Cikini 71,
Jakarta. Selain dihadiri oleh para pemuda yang mengikuti rapat
sebelumnya, rapat ini juga dihadiri juga oleh Sukarni, Jusuf Kunto, dr. Muwardi dari Barisan Pelopor dan Shudanco Singgih dari Daidan PETA Jakarta Syu.
Rapat ini membuat keputusan “menyingkirkan Ir. Sukarno dan Drs. Moh.
Hatta ke luar kota dengan tujuan untuk menjauhkan mereka dari segala
pengaruh Jepang”. Untuk menghindari kecurigaan dari pihak Jepang, Shudanco Singgih mendapatkan kepercayaan untuk melaksanakan rencana tersebut.
Rencana ini berjalan lancar karena mendapatkan dukungan perlengkapan Tentara PETA dari Cudanco Latief Hendraningrat yang pada saat itu sedang menggantikan Daidanco Kasman Singodimedjo
yang sedang bertugas ke Bandung. Maka pada tanggal 16 Agustus 1945
pukul 04.30 waktu Jawa sekelompok pemuda membawa Ir. Sukarno dan Drs.
Moh. Hatta ke luar kota menuju Rengasdengklok, sebuah
kota kawedanan di pantai utara Kabupaten Karawang. Alasan yang mereka
kemukakan ialah bahwa keadaan di kota sangat genting, sehingga keamanan
Sukarno-Hatta di dalam kota sangat dikhawatirkan. Tempat yang dituju
merupakan kedudukan sebuah cudan (kompi) tentara PETA Rengasdengklok dengan komandannya Cudanco Subeno.
Sehari penuh Sukarno dan Hatta berada di Rengasdengklok. Kewibawaan
yang besar dari kedua tokoh ini membuat para pemuda segan untuk
melakukan penekanan lebih jauh. Namun dalam suatu pembicaraan berdua
dengan Ir. Sukarno, Shudanco Singgih beranggapan Sukarno
bersedia untuk menyatakan proklamasi segera setelah kembali ke Jakarta.
Oleh karena itulah Singgih pada tengah hari itu kembali ke Jakarta untuk
menyampaikan rencana proklamasi kepada kawan-kawannya.
Sementara itu di Jakarta para anggota PPKI yang diundang rapat pada
tanggal 16 agustus memenuhi undangannya dan berkumpul di gedung Pejambon
2. Akan tetapi rapat itu tidak dapat dihadiri oleh pengundangnya
Sukarno-Hatta yang sedang berada di Rengasdengklok. Oleh karena itu
mereka merasa heran. Satu-satu jalan untuk mengetahui mereka adalah
melalui Wikana salah satu utusan yang bersitegang dengan Sukarno-Hatta
malam harinya. Oleh karena itulah Mr. Ahmad Subardjo mendekati Wikana. Selanjutnya antara kedua tokoh golongan tua dan tokoh golongan
muda itu tercapai kesepakatan bahwa Proklamasi Kemerdekaan harus
dilaksanakan di Jakarta. Karena adanya kesepakatan itu, maka Jusuf Kunto dari golongan muda bersedia mengantarkan Mr. Ahmad Subardjo bersama sekretarisnya, Sudiro
(Mbah) ke Rengasdengklok. Rombongan ini tiba pada pukul 18.00 waktu
Jawa. Selanjutnya Ahmad Subardjo memberikan jaminan dengan taruhan nyawa
bahwa Proklamasi Kemerdekaan akan diumumkan pada keesokan harinya
tanggal 17 Agustus 1945 selambat-lambatnya pukul 12.00. Dengan adanya
jaminan itu, maka komandan kompi PETA Rengasdengklok, Cudanco Subeno bersedia melepaskan Ir. Sukarno dan Drs. Moh Hatta kembali ke Jakarta.
G. PERUMUSAN TEKS PROKLAMASI
Rombongan tiba kembali di Jakarta pada pukul 23.30 waktu Jawa.
Setelah Sukarno dan Hatta singgah di rumah masing-masing rombongan
kemudian menuju ke rumah Laksamana Maeda di Jalan Imam Bonjol No. 1,
Jakarta (sekarang Perpustakaan Nasional). Hal itu juga disebabkan Laksamana Tadashi Maeda
telah menyampaikan kepada Ahmad Subardjo (sebagai salah satu pekerja
di kantor Laksamana Maeda) bahwa ia menjamin keselamatan mereka selama
berada di rumahnya.
Sebelum mereka memulai merumuskan naskah proklamasi, terlebih dahulu Sukarno dan Hatta menemui Somubuco (Kepala Pemerintahan Umum) Mayor Jenderal Nishimura, untuk menjajagi sikapnya mengenai Proklamasi Kemerdekaan. Mereka ditemani oleh Laksamana Maeda, Shigetada Nishijima dan Tomegoro Yoshizumi serta Miyoshi sebagai penterjemah. Pertemuan itu tidak mencapai kata sepakat. Nishimura
menegaskan bahwa garis kebijakan Panglima Tentara Keenambelas di Jawa
adalah “dengan menyerahnya Jepang kepada sekutu berlaku ketentuan bahwa
tentara Jepang tidak diperbolehkan lagi merubah status quo
(status politik Indonesia). Sejak tengah hari sebelumnya tentara Jepang
semata-mata sudah merupakan alat Sekutu dan diharuskan tunduk kepada
sekutu”. Berdasarkan garis kebijakan itu Nishimura melarang
Sukarno-Hatta untuk mengadakan rapat PPKI dalam rangka proklamasi
kemerdekaan.
Sampailah Sukarno-Hatta pada kesimpulan bahwa tidak ada gunanya lagi
membicarakan kemerdekaan Indonesia dengan pihak Jepang. Akhirnya mereka
hanya mengharapkan pihak Jepang tidak menghalang-halangi pelaksanaan
proklamasi yang akan dilaksanakan oleh rakyat Indonesia sendiri. Maka
mereka kembali ke rumah Laksamana Maeda. Sebagai tuan rumah Maeda
mengundurkan diri ke lantai dua. Sedangkan di ruang makan, naskah
proklamasi dirumuskan oleh tiga tokoh golongan tua, yaitu : Ir. Sukarno, Drs. Moh. Hatta dan Mr. Ahmad Subardjo. Peristiwa ini disaksikan oleh Miyoshi sebagai orang kepercayaan Nishimura, bersama dengan tiga orang tokoh pemuda lainnya, yaitu : Sukarni, Mbah Diro dan B.M. Diah. Sementara itu tokoh-tokoh lainnya, baik dari golongan muda maupun golongan tua menunggu di serambi muka.
Ir. Sukarno yang menuliskan konsep naskah proklamasi, sedangkan Drs.
Moh. Hatta dan Mr Ahmad Subardjo menyumbangkan pikiran secara lisan.
Kalimat pertama dari naskah proklamasi merupakan saran dari Mr. Ahmad Subardjo yang diambil dari rumusan BPUPKI. Sedangkan kalimat terakhir merupakan sumbangan pikiran dari Drs. Moh. Hatta. Hal itu disebabkan menurut beliau perlu adanya tambahan pernyataan pengalihan kekuasaan (transfer of sovereignty). Sehingga naskah proklamasi yang dihasilkan adalah sebagai berikut :
Proklamasi
Kami bangsa Indonesia dengan ini menjatakan kemerdekaan Indonesia.
Hal-2 jang mengenai pemindahan kekoeasaan d.l.l., diselengarakan dengan tjara seksama dan dalam tempoh jang sesingkat-singkatnja
Djakarta, 17 – 8 –‘05
Wakil-2 bangsa Indonesia,
Pada pukul 04.30 waktu Jawa konsep naskah proklamasi selesai disusun.
Selanjutnya mereka menuju ke serambi muka menemui para hadirin yang
menunggu. Ir. Sukarno memulai membuka pertemuan dengan membacakan naskah
proklamasi yang masih merupakan konsep tersebut. Ir. Sukarno meminta
kepada semua hadirin untuk menandatangani naskah proklamasi selaku
wakil-wakil bangsa Indonesia. Pendapat itu diperkuat oleh Moh. Hatta
dengan mengambil contoh naskah “Declaration of Independence”
dari Amerika Serikat. Usulan tersebut ditentang oleh tokoh-tokoh pemuda.
Karena mereka beranggapan bahwa sebagian tokoh-tokoh tua yang hadir
adalah “budak-budak” Jepang. Selanjutnya Sukarni, salah
satu tokoh golongan muda, mengusulkan agar yang menandatangani naskah
proklamasi cukup Sukarno-Hatta atas nama bangsa Indonesia.
Setelah usulan Sukarni itu disetujui, maka Ir. Sukarno meminta kepada Sajuti Melik
untuk mengetik naskah tulisan tangan Sukarno tersebut, dengan disertai
perubahan-perubahan yang telah disepakati. Ada tiga perubahan yang
terdapat pada naskah ketikan Sajuti Melik, yaitu : kata “tempoh” diganti
“tempo”, sedangkan kata “wakil-wakil bangsa Indonesia” diganti dengan
“Atas nama bangsa Indonesia”. Perubahan juga dilakukan dalam cara
menuliskan tanggal, yaitu “Djakarta, 17-8-05” menjadi “Djakarta, hari 17
boelan 8 tahoen ‘05”. Sehingga naskah proklamasi ketikan Sajuti Melik
itu, adalah sebagai berikut :
PROKLAMASI
Kami bangsa Indonesia dengan ini menjatakan Kemerdekaan Indonesia.
Hal-hal jang mengenai pemindahan kekoeasaan d.l.l., diselengarakan
dengan tjara seksama dan dalam tempoh jang sesingkat-singkatnja
Djakarta, hari 17 boelan 8 tahoen ‘05
Atas nama bangsa Indonesia,
Soekarno/Hatta
(tandatangan Sukarno)
(tandatangan Hatta)
Selanjutnya timbul persoalan dimanakah proklamasi akan
diselenggarakan. Sukarni mengusulkan bahwa Lapangan Ikada (sekarang
bagian tenggara lapangan Monumen Nasional) telah dipersiapkan bagi
berkumpulnya masyarakat Jakarta untuk mendengar pembacaan naskah
Proklamasi. Namun Ir. Sukarno menganggap lapangan Ikada adalah salah
satu lapangan umum yang dapat menimbulkan bentrokan antara rakyat dengan
pihak militer Jepang. Oleh karena itu Bung Karno mengusulkan agar
upacara proklamasi dilaksanakan di rumahnya, di Jalan Pegangsaan Timur
No. 56 dan disetujui oleh para hadirin.
H. PELAKSANAAN PROKLAMASI KEMERDEKAAN 17 AGUSTUS 1945
Pada pukul 05.00 waktu Jawa tanggal 17 Agustus 1945, para pemimpin
Indonesia dari golongan tua dan golongan muda keluar dari rumah
Laksamana Maeda. Mereka pulang ke rumah masing-masing setelah berhasil
merumuskan naskah proklamasi. Mereka telah sepakat untuk
memproklamasikan kemerdekaan pada pukul 10.30 waktu Jawa atau pukul
10.00 WIB sekarang. Sebelum pulang Bung Hatta berpesan kepada para
pemuda yang bekerja di kantor berita dan pers, utamanya B.M. Diah untuk
memperbanyak teks proklamasi dan menyiarkannya ke seluruh dunia.
Pagi hari itu, rumah Ir. Sukarno dipadati oleh sejumlah massa pemuda
yang berbaris dengan tertib. Untuk menjaga keamanan upacara pembacaan
proklamasi, dr. Muwardi (Kepala Keamanan Ir. Sukarno) meminta kepada Cudanco Latief Hendraningrat untuk menugaskan anak buahnya berjaga-jaga di sekitar rumah Ir. Sukarno. Sedangkan Wakil Walikota Suwirjo memerintahkan kepada Mr. Wilopo untuk mempersiapkan pengeras suara. Untuk itu Mr. Wilopo dan Nyonopranowo pergi ke rumah Gunawan pemilik toko radio Satria di Jl. Salemba Tengah 24, untuk meminjam mikrofon dan pengeras suara. Sudiro yang pada waktu itu juga merangkap sebagai sekretaris Ir. Sukarno memerintahkan kepada S. Suhud
(Komandan Pengawal Rumah Ir. Sukarno) untuk menyiapkan tiang bendera.
Suhud kemudian mencari sebatang bambu di belakang rumah. Bendera yang
akan dikibarkan sudah dipersiapkan oleh Nyonya Fatmawati.
Menjelang pukul 10.30 para pemimpin bangsa Indonesia telah berdatangan ke Jalan Pegangsaan Timur. Diantara mereka nampak Mr. A.A. Maramis, Ki Hajar Dewantara, Sam Ratulangi, K.H. Mas Mansur, Mr. Sartono, M. Tabrani, A.G. Pringgodigdo dan sebagainya. Adapun susunan acara yang telah dipersiapkan adalah sebagai berikut:
Pertama, Pembacaan Proklamasi;
Kedua, Pengibaran Bendera Merah Putih;
Ketiga, Sambutan Walikota Suwirjo dan Muwardi.
Lima menit sebelum acara dimulai, Bung Hatta datang dengan berpakaian putih-putih. Setelah semuanya siap, Latief Hendraningrat
memberikan aba-aba kepada seluruh barisan pemuda dan mereka pun
kemudian berdiri tegak dengan sikap sempurna. Selanjutnya Latif
mempersilahkan kepada Ir. Sukarno dan Moh. Hatta. Dengan suara yang
mantap Bung Karno mengucapkan pidato pendahuluan singkat yang
dilanjutkan dengan pembacaan teks proklamasi.
Acara dilanjutkan dengan pengibaran bendera Merah Putih. S. Suhud mengambil bendera dari atas baki yang telah disediakan dan mengikatkannya pada tali dengan bantuan Cudanco Latif Hendraningrat.
Bendera dinaikkan perlahan-lahan. Tanpa dikomando para hadirin spontan
menyanyikan Indonesia Raya. Acara selanjutnya adalah sambutan dari
Walikota Suwirjo dan dr. Muwardi.
Berita proklamasi yang sudah meluas di seluruh Jakarta disebarkan ke
seluruh Indonesia. Pagi hari itu juga, teks proklamsi telah sampai di
tangan Kepala Bagian Radio dari Kantor Berita Domei, Waidan B. Palenewen. Segera ia memerintahkan F. Wuz
untuk menyiarkan tiga kali berturut-turut. Baru dua kali F. Wuz
menyiarkan berita itu, masuklah orang Jepang ke ruangan radio. Dengan
marah-marah orang Jepang itu memerintahkan agar penyiaran berita itu
dihentikan. Tetapi Waidan memerintahkan kepada F. Wuz untuk terus
menyiarkannya. Bahkan berita itu kemudian diulang setiap setengah jam
sampai pukul 16.00 saat siaran radio itu berhenti. Akibatnya, pucuk
pimpinan tentara Jepang di Jawa memerintahkan untuk meralat berita itu.
Dan pada hari Senin tanggal 20 Agustus 1945 pemancar itu disegel dan
pegawainya dilarang masuk.
Walaupun demikian para tokoh pemuda tidak kehilangan akal. Mereka
membuat pemancar baru dengan bantuan beberapa orang tehnisi radio,
seperti : Sukarman, Sutamto, Susilahardja dan Suhandar.
Sedangkan alat-alat pemancar mereka ambil bagian-demi bagian dari
kantor betita Domei, kemudian dibawa ke Jalan Menteng 31. Maka
terciptalah pemancar baru di Jalan Menteng 31. Dari sinilah seterusnya
berita proklamasi disiarkan.
Selain lewat radio, berita proklamasi juga disiarkan lewat pers dan
surat selebaran. Hampir seluruh harian di Jawa dalam penerbitannya
tanggal 20 Agustus 1945 memuat berita proklamasi dan Undang-undang Dasar
Negara Republik Indonesia
Minggu, 23 September 2012
Pancuang Taba doeloe dikenal sebagai "Makkah Kaciak"
Kalau Kota Padang Panjang sejak lama terkenal dengan sebutan Serambi
Mekkah, karena disini sejak dahulu sudah merupakan pusat kegiatan
pengembangan Islam di Sumatera Barat atau ranah minang, maka kita pun
sebagai putra pancuang taba pantas berbangga kalau dulu pancuang taba
pernah dijuluki sebagai Makkah kaciak. Sebutan ini bukan kita yang
mengungkapkannya, tapi adalah orang-orang dari luar pancuang taba
sendiri, karena dari kampung kecil Pancuang taba ini sudah sejak lama
lahir ulama-ulama besar yang cukup berpengaruh di Sumatera Barat, disaat
saat belum seberapa orang mampu untuk menunaikan ibadah hajji ke
Mekkah, di Pancuang Taba sudah banyak ulama-ulama yang menjadi Haji,
selain itu Pancuang Taba juga merupakan Tempat belajar ilmu agama bagi
orang dari luar Pancuang Taba, dari arsip penulis berikut ini akan kita
turunkan nama-nama orang Pancuang Taba yang pernah mengharumkan nagari
Pancuang Taba...
pertama dari daerah Bayang atau mungkin Pesisir Selatan yang menunaikan ibadah Haji ke Makkah
yang pada waktu itu masih mempergunakan kapal layar, selain menunaikan ibadah haji beliau juga
bermukim atau menahun disini menuntut dan memperdalam ilmu agamanya, sepulangnya dari
Makkah beliau aktif mengajarkan ilmu agama baik di Pancuang Taba,Bayang, Pesisir Selatan bahkan
sampai ke daerah Solok, sewaktu pecahnya Perang Paderi di Minangkabau ( 1821-1837) dibawah
pimpinan Tuanku Imam Bonjol, beliau juga aktif berjuang melawan Belanda bersama massanya
yang ada di daerah Lubuk Sikarah, batu bajanjang Solok dan sekitarnya. Beliau wafat di Pancuang
Taba (Thn?) dan dimakamkan di pemakaman Gurun Tanjuang.
1939 M dari Suku Bendang, beliau melanjutkan tugas ayahnya mengajarkan ilmu agama di
Pancuang Taba, Bayang dan sekitarnya. Beliau wafat di Pancuang Taba dan dimakamkan disamping
makam ayahnya di Gurun Tanjuang.
Pancuang Taba Tahun 1845, sebagaimana Syekh Muhammad Saleh, beliau juga mengikuti jejak
mamak dalam mengajarkan ilmu agama di daerah Pancuang Taba, Bayang dan sekitarnya.
dari Suku Melayu. Beliau lebih banyak bermukim di Padang yaitu di daerah Gantiang, Padang,
beliau merupakan pendiri dan guru besar Mesjid Gantiang. Dalam buku Ayahku karya Buya
Hamka, beliau tergolong kedalam Ulama Golongan Tua yang mempertahankan tradisi Barazanji
dalam acara Maulid Nabi SAW. beliau juga merupakan tokoh Tariqat Naqsyabandiah dan pernah
menulis buku " Majemuk wal Mustaqmal, Taraqub ila Rahmatillah,Miftahul Haq, Dar Al-Mau'izhah,
Thaleb al shalah, dll yang sebahagian besar merupakan syair dan nazam tentang tariqat Naqsyabandiah. belia wata tahun 1923 di gantiang padang dan dimakamkan disamping mesjid yang termasuk cagar budaya tsb.Kubur beliau dgn mejan turki itu masih terawat dgn baik oleh cucu-cucu dan cicit beliau. Sangat disayangkan sekali kita orang Pancuang Taba yang memilki kebanggaan ini tidak pernah berziarah ke makam beliau tsb.cerita tentang beliau ini pernah ditulis oleh Bapak Yulizal Yunus, Dosen dan pemerhati sejarah Islam dari IAIN Imam Bonjol Padang,
Ketujuh ulama diatas, hidup pada abad ke 19 M,disaat pemahaman masyarakat Sumatera Barat tentang Islam belum begitu mendalam, kepercayaan thdp mistik dan tahayul masih berkembang, antara yang halal dan yang batil masih saja tercampur baur dalam kehidupan masyarakat, disaat itulah ulama-ulama ini berkiprah melakukan pembaharuan dalam pemahaman ajaran Islam di Minangkabau, dapat kita bayangkan betapa terkenal beliau-beliau tsb saat itu, dan tidakkah kita pantas berbangga untuk itu? pada dekade berikutnya Pancuang Taba masih memiliki banyak ulama sebagai penerus generasi sebelumnya dan pengharum sebutan Pancuang Taba sebagai Makah Kaciak, Insya Allah akan kami turunkan pada tulisan berikutnya....
1.Syekh Muhammad Jamil Tuka
Dilahirkan di Pancung Taba sekitar tahun 1787 M, dari suku Tanjung, beliau merupakan orangpertama dari daerah Bayang atau mungkin Pesisir Selatan yang menunaikan ibadah Haji ke Makkah
yang pada waktu itu masih mempergunakan kapal layar, selain menunaikan ibadah haji beliau juga
bermukim atau menahun disini menuntut dan memperdalam ilmu agamanya, sepulangnya dari
Makkah beliau aktif mengajarkan ilmu agama baik di Pancuang Taba,Bayang, Pesisir Selatan bahkan
sampai ke daerah Solok, sewaktu pecahnya Perang Paderi di Minangkabau ( 1821-1837) dibawah
pimpinan Tuanku Imam Bonjol, beliau juga aktif berjuang melawan Belanda bersama massanya
yang ada di daerah Lubuk Sikarah, batu bajanjang Solok dan sekitarnya. Beliau wafat di Pancuang
Taba (Thn?) dan dimakamkan di pemakaman Gurun Tanjuang.
2.Syekh Muhammad Saleh bin Muhammad Jamil.
Beliau adalah putra dari Syekh Muhammad Jamil Tuka, dilahirkan di Pancuang Taba pada tahun1939 M dari Suku Bendang, beliau melanjutkan tugas ayahnya mengajarkan ilmu agama di
Pancuang Taba, Bayang dan sekitarnya. Beliau wafat di Pancuang Taba dan dimakamkan disamping
makam ayahnya di Gurun Tanjuang.
3.Syekh Muhammad Yasin.
Beliau adalah kemenakan dari Syekh Muhammad Jamil Tuka dari suku Tanjung, lahir juga diPancuang Taba Tahun 1845, sebagaimana Syekh Muhammad Saleh, beliau juga mengikuti jejak
mamak dalam mengajarkan ilmu agama di daerah Pancuang Taba, Bayang dan sekitarnya.
4.Syekh Muhammad Dalil Patawa.
Beliau lebih dikenal dengan sebutan Syekh Bayang. dilahirkan di Pancuang Taba tahun 1848 Mdari Suku Melayu. Beliau lebih banyak bermukim di Padang yaitu di daerah Gantiang, Padang,
beliau merupakan pendiri dan guru besar Mesjid Gantiang. Dalam buku Ayahku karya Buya
Hamka, beliau tergolong kedalam Ulama Golongan Tua yang mempertahankan tradisi Barazanji
dalam acara Maulid Nabi SAW. beliau juga merupakan tokoh Tariqat Naqsyabandiah dan pernah
menulis buku " Majemuk wal Mustaqmal, Taraqub ila Rahmatillah,Miftahul Haq, Dar Al-Mau'izhah,
Thaleb al shalah, dll yang sebahagian besar merupakan syair dan nazam tentang tariqat Naqsyabandiah. belia wata tahun 1923 di gantiang padang dan dimakamkan disamping mesjid yang termasuk cagar budaya tsb.Kubur beliau dgn mejan turki itu masih terawat dgn baik oleh cucu-cucu dan cicit beliau. Sangat disayangkan sekali kita orang Pancuang Taba yang memilki kebanggaan ini tidak pernah berziarah ke makam beliau tsb.cerita tentang beliau ini pernah ditulis oleh Bapak Yulizal Yunus, Dosen dan pemerhati sejarah Islam dari IAIN Imam Bonjol Padang,
5.Syekh Muhammad Yazid Abdullah.
Lahir tahun 1850 di Pancuang Taba, dari suku Tanjung, sebagai ulama
beliau lebih banyak bermukim di Pasar Baru Bayang untuk mengajarkan ilmu
agama bagi masyarakat Bayang dan sekitarnya,beliau merupakan guru besar
di Mesjid Muara Pasar Baru Bayang, beliau wafat dan di makamkan di
Pasar Baru Bayang.
6.Syekh Muhammad Syafei.
Beliau lahir di Pancuang Taba tahun `1852 dari suku Melayu, beliau
mengabdikan diri sebagai ulama dan guru agama di Pancuang Taba sampai
beliau wafat di Pancuang Taba.
7.Syekh Haji Pitun.
Beliau berasal dari suku Bendang yg dilahirkan tahun 1851, sebagai
ulama dan guru agama, beliau lebih banyak bermukim di daerah Cangkeh
Padang, beliau wafat dan dimakamkan di Cangkeh Padang, beliau disini
lebih dikenal dengan sebutan Angku Cangkeh.Ketujuh ulama diatas, hidup pada abad ke 19 M,disaat pemahaman masyarakat Sumatera Barat tentang Islam belum begitu mendalam, kepercayaan thdp mistik dan tahayul masih berkembang, antara yang halal dan yang batil masih saja tercampur baur dalam kehidupan masyarakat, disaat itulah ulama-ulama ini berkiprah melakukan pembaharuan dalam pemahaman ajaran Islam di Minangkabau, dapat kita bayangkan betapa terkenal beliau-beliau tsb saat itu, dan tidakkah kita pantas berbangga untuk itu? pada dekade berikutnya Pancuang Taba masih memiliki banyak ulama sebagai penerus generasi sebelumnya dan pengharum sebutan Pancuang Taba sebagai Makah Kaciak, Insya Allah akan kami turunkan pada tulisan berikutnya....
Jumat, 14 September 2012
Kunjungan H.Muzni Zakaria Dt.Inyiak Rangkayo Basa, M.Eng. ke Pancuang Taba.
Pada hari Jum'at tgl 7 September 2012, masyarakat kenagarian Pancuang Taba, Kec.IV Nagari Bayang Utara, mendapat kehormatan dikunjungi oleh orang nomor 1 Kabupaten Solok Selatan H.Muzni Zakaria Dt Inyiak Rangkayo Basa, M.Eng. sebagai ahli waris dari Buya H.Zakaria sekaligus mewakili keluarga besar alm Buya H. Zakaria dan almh Hj.Ummi Kalsum di Muara Labuh, sehubungan dengan peresmian pemakaian nama H.Zakaria sebagai nama Yayasan Pengelola Pesantren H.Zakaria Pancuang Taba yang telah berdiri sejak beberapa tahun yang lalu. Kunjungan Bpk Bupati Solok Selatan ini juga didampingi oleh Bupati Pesisir Selatan yang pada hari tsb diwakili oleh Asisten II yang juga berkenan meletakan Batu Pertama perluasan pembangunan gedung MTs PP HZ yang saat ini dikelola oleh Yayasan Pesantren H.Zakaria. Kepastian kunjungan Bp.H.Muzni Zakaria ke Pancuang Taba ini telah diketahui beberapa hari sebelumnya, sehingga masyarakat Pancuang Taba dibawah Komando Wali Nagari Asrul Panduko Rajo nampak sibuk, mulai dari gotong royong mendatarkan lahan, mempersiapkan tempat acara dengan segala pernak perniknya, persiapan acara hingga makan bajamba yang didukung oleh para ibu-ibu rumah tangga, tidak terbayang sebelumnya begitu antusiasnya para ibu-ibu kita ini, mereka terlihat sangat suka cita dengan kesempatan ini, dimana barisan panjang ibu-ibu menjujung jamba dan menenteng rantang dari Mesjid Khalis sampai ke MTs PP HZ yang diiringi oleh team talempong makin membuat suasana semakin meriah. Lebih kurang 30 menit usai shalat Jum'at Mobil Dinas BA. 1 Y berhenti di simp tiga batu baiduang sekitar 20 meter dari lokasi MTs PP HZ bpk H.Muzni Zakaria yang didampingi Ibuk dan diiringi oleh pejabat pemerintah Kabupaten Pesisir Selatan serta Dinas dan Instansi terkait turun dari mobil dan disambut oleh ketua BPH PP HZ Drs.Mukhtim Syam, Dt. Bagindo Kayo,MA dan Wali Nagari Pancuang Taba Asrul Panduk Rajo serta pemuka masarakat lainnya, kemudian disuguhi siriah dicarano oleh anak daro dan tari galombang yang semuanya dibawakan oleh para pelajar MTs PP HZ. Usai peletakan batu pertama oleh Bupati Pesisir Selatan dan pembukaan selubung papan nama MTs PP HZ oleh Bp.H.Muzni Zakaria, rombongan dijamu makan bajamba dilesehan teras MTsPP HZ sedangkan masyarakat dan undangan lainnya makan batenda di jalan depan sekolah MTs PP HZ yang diantarkan dengan pidato adat pasambahan makan oleh Amiral Rajo Lelo. beberapa saat sebelum rangkaian pidato dimulai para undangan juga menikmati kesenian anak nagari yang ditampilkan oleh group kesenian anak nagari dari kampuang Dilam. Dalam pidato pembukaan pembina MTs PP HZ Buya Alimuddin,S.Ag memaparkan sejarah ringkas berdirinya MTs PP HZ, kemudian disusul kronologis terselenggaranya acara ini oleh Ketua BPH PPHZ Drs.Mukhtim Syam Dt.Bagindo Kayo,MA. dan arti penting keberadaan MTs PP HZ ini bagi masyarakat Pancuang Taba dan harapan kedepannya oleh Wali Nagari Pancuang Taba Asrul Panduko Rajo. Sebelum Ka Kemenag Kab.Pesisir Selatan menyampaikan kata sambutannya, masyarakat Pancuang Taba juga menyampaikan aspirasinya yang diwakili oleh Bp.Abu Nazir yang sebelumnya pernah menjabat sebagai Kep MTs PPHZ ini, kemudian dilanjutkan dengan pidato kekeluargaan oleh Bp H.Muzni Zakaria Dt.Inyiak Rangkayo Basa mewakili keluarga besar Buya H.Zakaria rasa terima kasih dan penghormatan kepada masyarakat Pancuang Taba yang secara ikhlas telah mengabadikan nama alm Buya H,Zakaria sebagai nama Yayasan Pondok Pesantren di Pancuang Taba dan ini merupakan kebanggan dan kebahagian tersendiri bagi beliau dan keluarga besar alm.Buya H.Zakaria dan almh Hj Ummi Kalsum Muara Labuh, pada kesempatan itu juga bp H.Muzni Zakaria mewakil kel besarnya menyampaikan sumbangan untuk MTs PPHZ berupa uang tunai sebesar 10 juta rupiah. Setelah Ass II mewakili Bupati Pesisir Selatan menyampaikan kata sambutanya, acara ini kemudian ditutup dengan do'a yang dibacakan oleh Drs.Zul Amri Kepala MTs PP HZ. Setelah acara ditutup secara resmi oleh pembawa acara Laura Akma Bp H.Muzni Zakaria dan Ibuk juga sibuk didaulat foto bersama pengurus yayasan, guru, panitia dan segenap krew acara bahkan kesempatan ini juga dimanfaatkan oleh beliau untuk foto bersama dgn sahabat beliau semasa di muara labuh dulu yaitu dgn bp Abu Taat. Jam 16.30 rombongan Bpk.H.Muzni Zakaria dan pejabat dinas dan instansi terkait kabupaten Pesisir Selatan bertolak meninggalkan Pancuang Tebal dgn segudang kenangannya yang dilepas dengan wajah-wajah puas masyarakat dengan lambaian selamat jalan di sore yang cerah itu.
Langganan:
Postingan (Atom)