Minggu, 28 Oktober 2012

sambungan materi peristiwa G.30S/PKI

7. Proses Peralihan Kekuasaan Politik Setelah Peristiwa G30S/PKI
a. Masa Transisi ( 1966 – 1967 )
Setelah peristiwa G30S/PKI, muncul berbagai upaya untuk melakukan
perbaikan politik di dalam negeri. Diantaranya Simposium Kebangkitan Semangat ’66
yang diselenggarakan oleh Universtias Indonesia bekerja sama dengan KAMI (Kesatuan
Aksi Mahasiswa Indonesia ) dan KASI ( Kesatuan Aksi Sarjana Indonesia ).
Dalam simposium itu, disarankan kepada Pemerintah untuk mengembalikan
kewibawaan Negara Republik Indonesia sebagai negara hukum melalui usulan tentang
pemurnian pelaksanaan UUD 1945, penghentian pengeluaran Penpres – Penpres Baru
dan peninjauan kembali semua Penpres yang telah dikeluarkan.
Memasuki masa – masa terakhir transisi, Pemerintah menghadapi masalah
nasional. Masalah – masalah nasional yang meminta perhatian selama tahun – tahun
terakhir dari masa transisi adalah sebagai berikut :
1. Berusaha memperkuat pelaksanaan sistem konstitusional, menegakkan hukum dan
menumbuhkan kehidupan demokrasi yang sehat sebagai syarat untuk mewujudkan
stabilitas politik.
2. Melaksanakan Pembangunan Lima tahun yang pertama sebagai usaha untuk
memberi isi kepada kemerdekaan.
3. Tetap waspada dan sekaligus memberantas sisa – sisa kekuatan laten PKI.
b. Peralihan Kekuasaan dari Presiden Soekarno kepada Jenderal Soeharto
Pada Sidang Umum MPRS tahun 1966, Presiden diminta oleh MPRS untuk
memberikan pertanggungjawaban mengenai kebijakan yang telah dilakukan, khususnya
mengenai masalah yang menyangkut peristiwa Gerakan 30 September 1965. Namun,
dalam pidato pertanggungjawabannya itu, Presiden cenderung hanya memberikan
amanat seperti apa yang dilakukan di hadapan sidang – sidang lembaga yang berada di
lingkungan tanggung – jawabnya. Presiden memberi nama pidato
pertanggungjawabannya itu Nawaksara yang artinya sembilan pokok masalah. Masalah
nasional tentang masalah Gerakan 30 September 1965 / PKI tidak disinggung sama
sekali, sehingga pertanggungjawaban Presiden dianggap tidak lengkap. Oleh karena itu,
Pimpinan MPRS meminta kepada Presiden untuk melengkapinya.
Setelah melalui serangkaian pertemuan, maka pada tanggal 23 Februari 1967
di Istana Negara Jakarta dengan disaksikan oleh Ketua Presidium Kabinet Ampera dan
para Menteri, Presiden / Mandatari MPR / Panglima Tertinggi ABRI dengan resmi telah
menyerahkan kekuasaan Pemerintahan kepada pengemban Ketetapan MPRS No. IX /
MPRS / 1966, Jenderal Soeharto.

sambungan materi peristiwa G.30.S/PKI

g. Dampak Sosial – Politik Peristiwa Gerakan 30 September 1965 / PKI terhadap
Masyarakat Indonesia

Setelah peristiwa G30S/PKI berakhir, kondisi politik Indonesia masih belum
stabil. Situasi Nasional sangat menyedihkan, kehidupan ideologi nasional belum mapan.
Sementara itu, kondisi politik juga belum stabil karena sering terjadi konflik antar partai
politik. Demokrasi Terpimpin justru mengarah ke sistem pemerintahan diktator.
Kehidupan ekonomi lebih suram, sehingga kemelaratan dan kekurangan makanan
terjadi dimana – mana.
Presiden Soekarno menyalahkan orang – orang yang terlibat dalam
perbuatan keji yang berakhir dengan gugurnya Pahlawan Revolusi serta korban –
korban lainnya yang tidak berdosa.
Namun Presiden Soekarno menyatakan gerakan semacam G30S/PKI dapat
saja terajdi dalam suatu revolusi. Sikap Soekarno ini diartikan lain oleh masyarakat,
mereka menganggap Soekarno membela PKI. Akibatnya, popularitas dan kewibawaan
Presiden menurun di mata Rakyat Indonesia.
Demonstrasi besar – besaran terjadi pada tanggal 10 januari 1966. Para
demonstran ini mengajukan tiga tuntutan yang terkenal dengan sebutan TRITURA ( Tri
Tuntutan Rakyat ), meliputi sebagai berikut :
1. Pembubaran PKI.
2. Pembersihan Kabinet Dwikora dari unsur – unsur OKI.
3. Penurunan harga – harga ( Perbaikan Ekonomi ).
Tindakan Pemerintah lainnya adalah mengadakan reshuffle ( perombakan )
Kabinet Dwikora. Pembaharuan Kabinet Dwikora terjadi tanggal 21 Februari 1966 dan
kemudian disebut dengan Kabinet Dwikora Yang Disempurnakan.
Mengingat jumlah anggota mencapai hampir seratus orang, maka kabinet itu
sering disebut dengan Kabinet Seratus Menteri. Menjelang pelantikan Kabinet Seratus
Menteri pada tanggal 24 Februari 1966, KAMI melakukan aksi serentak. Dalam
demonstrasi itu gugur seorang mahasiswa Universitas Indonesia, Arief Rahman Hakim.
Peristiwa itu berpengaruh besar terhadap maraknya gelombang aksi demonstrasi.
Di Istana Bogor ketiga perwira tinggi itu mengadakan pembicaraan langsung
dengan Presiden yang didampingi oleh Dr. Subandrio, Dr. J. Leimena dan Dr. Chaerul
Saleh. Sesuai dengan kesimpulan pembicaraan, maka ketuga perwira TNI – AD itu
bersama dengan Komandan Resimen Cakrabirawa, Brigjen Sabur diperintahkan
membuat konsep surat perintah kepada Letjen Soeharto yang kemudian Surat Perintah
itu lebih dikenal dengan sebutan Surat Perintah 11 Maret ( Supersemar ). Isi pokoknya
adalah memerintahkan kepada Letjen Soeharto atas nama Presiden untuk mengambil
tindakan yang dianggap perlu untuk terjaminnya keamanan dan ketertiban serta
kestabilan jalannya pemerintahan dan jalannya revolusi serta menjamin keselamatan
pribadi dan kewibawaan presiden.

sambungan peristiwa G.30S/PKI

Sementara itu, operasi penumpasan Gerakan 30 September 1965 / PKI yang
dilakukan di luar Jakarta dan Jawa Tengah cukup dilakukan dengan Gerakan Operasi
Territorial. Operasi itu dilakukan dengan menangkapi tokoh – tokoh organisasi politik
dan organisasi massa PKI. Secara keseluruhan pemberontakan yang dinamakan Gerakan
30 September 1965 / PKI yang ditengarai didukung oleh PKI telah berhasil ditumpas.
Bahkan PKI dinyatakan sebagai partai terlarang oleh Pemerintah untuk berdiri di
Republik Indonesia.
f. Beberapa Pendapat tentang Peristiwa Gerakan 30 September 1965 / PKI
Gerakan 30 September 1965 / PKI memunculkan beberapa pendapat
mengenai gerakan tersebut. Beberapa pendapat tentang peristiwa Gerakan 30 September
1965 / PKI, diantaranya sebagai berikut :
Brigadir jenderal ( Purn ) Herman Sarens Sudiro.
Menurut Herman Sarens Sudiro pelaku utama dari Gerakan 30 September 1965 / PKI
adalah PKI. Target awal PKI adalah membunuh Presiden Soekarno yang hendak
dilakukan pada saat upacara Peringatan Hari Angkatan Bersenjata Republik Indonesia
(ABRI) tanggal 5 Oktober 1965.
Dr. Harold Crouch ( Pengamat Militer dari Universitas Australia )
Crouch menyatakan bahwa di tubuh Angkatan Darat telah terjadi persaingan diantara
para jenderal, yaitu antara jenderal yang mendapatkan kedudukan dan posisi penting
dengan jenderal – jenderal yang terbuang atau tidak memiliki posisi dalam tugasnya.
Brigadir Jenderal Suharyo kecik
Suharyo menyatakan bahwa Soeharto termasuk jenderal paling senior. Tetapi karena
pendidikannya terbatas, kariernya pun mentok. Keadaan Soeharto seperti itu yang
mengundang Biro Khusus PKI untuk membina. Pada tanggal 12 Maret 1966, Soeharto
langsung mengambil tindakan dengan membubarkan PKI dan melakukan penangkapan
terhadap tokoh – tokoh PKI yang disinyalir terlibat kudeta berdarah.
Mahkamah Militer 1979
Dalam keputusan Mahkamah Militer, tokoh yang dianggap paling bertanggung jawab
terhadap munculnya peristiwa gerakan 30 September 1965 / PKI adalah Kamaruzaman
(Syam) Ketua Biro Khusus PKI.
Gabriel Kolko ( Sejarawan Amerika Serikat )
Berdasarkan pernyataan Gabriel Kolko yang disalin dari dokumen rahasia Amerika
Serikat menyebutkan bahwa pada awal bula Nopember 1965, para jenderal dari TNI –
AD di Indonesia meminta bantuan senjata kepada Amerika Serikat untuk
mempersenjatai kaum anti komunis dari kalangan keagamaan dan pemuda nasionalis.
Kolonel Sukendro ( Perwira Intel AD )
Sebelum peristiwa Gerakan 30 September 1965 / PKI, ia pernah menerima daftar nama
para jenderal yang akan terbunuh muncul dalam Gerakan 30 September 1965 / PKI dari
Pemerintah Cina, padahal Kostrad sendiri belum mengetahui secara pasti nasib para
jenderal tersebut. Akibat pernyataannya itu muncul gelombang aksi pengrusakan
terhadap konsulat Cina di berbagai daerah seperti di Medan, Banjarmasin, Makasar, dan
puncaknya pada tanggal 1 Oktober 1965 Kedubes Cina diserbu dan dibakar massa

sambungan ancaman dalam negeri

c. Penumpasan Gerakan 30 September 1965 / PKI
Langkah pertama yang dilakukan untuk menumpas gerakan 30 September
1965 / PKI adalah menetralisasi pasukan yang berada di sekitar Medan Merdeka yang
dimanfaatkan oleh kaum Gerakan 30 September 1965 / PKI.
Operasi militer tentang penumpasan Gerakan 30 September 1965 / PKI
mulai dilakukan sore hari, tanggal 1 Oktober 1965 pukul 19.15 WIB. Sementara itu,
pasukan RPKAD berhasil menduduki kembali gedung RRI Pusat, gedung
telekomunikasi dan mengamankan seluruh wilayah Medan Merdeka tanpa terjadi
bentrokan bersenjata. Dengan demikian, dalam waktu yang sangat singkat, yaitu pada
tanggal 1 Oktober 1965 itu juga kota Jakarta telah berhasil dikuasai kembali oleh ABRI
dan kekuatan Gerakan 30 September 1965 / PKI yang memberontak telah berhasil
dilumpuhkan.
Pada tanggal 3 Oktober 1965 berhasil ditemukan jenazah para perwira tinggi
Angkatan Darat yang dikuburkan dalam sumur tua. Pengangkatan jenazah dilaksanakan
pada tanggal 4 Oktober 1965 oleh anggota RPKAD dan KKOAL ( marinir ). Seluruh
jenazah dibawa ke Rumah Sakit Pusat Angkatan Darat ( sekarang RSPAD Gatot
Subroto ) untuk dibersihkan dan kemudian disemayamkan di Markas Besar Angkatan
Darat. Keesokan harinya bertepatan dengan HUT ABRI tanggal 5 Oktober 1965,
jenazah mereka dimakamkan di Taman Makam Pahlawan Kalibata. Mereka dianugerahi
gelar Pahlawan Revolusi, serta diberi kenaikan pangkat setingkat lebih tinggi, anumerta.
d. Pemulihan Keamanan dan Ketertiban
Pada tanggal 2 Oktober 1965 Presiden Soekarno memanggil semua
Panglima seluruh angkatan ke Istana Bogor. Dalam pertemuan itu diputuskan bahwa
Pimpinan Angkatan Darat langsung berada di tangan Presiden.
" Presiden / Panglima Tertinggi ABRI / Pemimpin Besar Revolusi, Bung
Karno menandaskan bahwa ia mengutuk pembunuhan buas yang
dilakukan oleh petualang kontrarevolusi yang menamakan dirinya
dengan Gerakan 30 September 1965 / PKI. Presiden juga tidak
membenarkan pembentukan apa yang dinamakan Dewan Revolusi.
Hanya saja bias mendemisionerkan kabinet, bukan orang lain. "
Pernyataan itu ternyata tidak membuat surut rakyat Indonesia untuk
menuntut pembubaran PKI beserta organisasi massanya. Komando daerah Militer
(Kodam) juga turut membekukan PKI beserta organisasi massanya ( Ormasnya ).
e. Penumpasan gerakan 30 September 1965 / PKI di jawa Tengah dan
Yogyakarta

Ketika meletus G30S/PKI, daerah yang paling gawat keadaannya adalah di
jakarta dan Jawa Tengah. Di kedua daerah itu pihak Gerakan 30 September 1965 / PKI
mempergunakan kekuatan senjata, sedangkan di daerah lainnya secara umum kaum
G30S/PKI itu tidak bereaksi menggunakan kekuatan senjata.
Kota demi kota yang pernah dikuasai oleh pihak G30S/PKI itu berhasil
direbut kembali, sehingga pada tanggal 5 Oktober 1965 garis Komando Kodam VII /
Diponegoro telah dipulihkan kembali. Untuk memantapkan konsolidasi Kodam VII /
Diponegoro, pada tanggal 5 Oktober 1965 Pangdam mengadakan taklimat secara
simultan dengan komandan – komandan pleton di Kota Salatiga, Solo dan Yogyakarta.

sambungan ancaman dalam negeri

6. Gerakan 30 September 1965 / PKI
Setelah pemberontakan PKI Madiun berhasil ditumpas, PKI ternyata tetap
bergerak di bawah tanah. Kemudian PKI muncul kembali pada tahun 1950 dalam
kehidupan politik di Indonesia dan ikut serta dalam Pemilihan Umum I tahun 1955.
a. Sebab – sebab Munculnya Gerakan 30 September 1965 / PKI
Sekjen D.N. Aidit terpilih menjadi Ketua PKI tahun 1951, ia dengan cepat
membangun kembali PKI yang porak – poranda akibat kegagalan pemberontakan pada
tahun 1948.
PKI juga membentuk biro khusus yang secara rahasia bertugas
mempersiapkan kader – kader di berbagai organisasi politik, termasuk dalam tubuh
ABRI. PKI juga berusaha mempengaruhi Presiden Soekarno untuk menyingkirkan dan
melenyapkan lawan – lawan politiknya.
PKI juga menyebutkan bahwa Anggota Dewan Jenderal itu adalah agen
Nekolim ( Amerika Serikat atau Inggris ). Namun dalam rangka memperingati Hari
Ulang Tahun ABRI pada tanggal 5 Oktober 1965, puluhan ribu tentara telah berkumpul
di Jakarta sejak akhir bulan September 1965, sehingga dugaan – dugaan akan terajdinya
kudeta semakin bertambah santer.
b. Gerakan 30 September 1965 / PKI ( G30S/PKI )
Menjelang terjadinya peristiwa G30S/PKI, tersiar kabar bahwa kesehatan
Presiden mulai menurun. Mengetahui keadaan Presiden Soekarno seperti itu, D.N. Aidit
langsung memulai gerakan. Rencana gerakan diserahkan kepada Kamaruzaman ( alias
Syam ) yang diangkat sebagai Ketua Biro Khusus PKI dan disetujui oleh D.N. Aidit.
PKI menetapkan bahwa Gerakan 30 September 1965 / PKI secara fisik
dilakukan dengan kekuatan militer yang dipimpin oleh Letnan Kolonel Untung,
Komandan Batalyon I Resimen cakrabirawa ( Pasukan Pengawal Presiden ) yang
bertindak sebagai pimpinan formal seluruh gerakan.
Letnan Kolonel Untung memerintahkan kepada seluruh anggota gerakan
untuk siap dan mulai bergerak pada dini hari tanggal 1 Oktober 1965 untuk melakukan
serangkaian penculikan dan pembunuhan terhadap enam perwira tinggi dan seorang
perwira pertama dari Angkatan Darat. Para korban dibawa ke Lubang Buaya ( terletak
di sebelah selatan pangkalan udara utama Halim Perdana Kusuma ). Kemudian mereka
dimasukkan ke dalam sumur tua, dan ditimbun dengan sampah dan tanah. Ketujuh
korban dari TNI – Angkatan Darat adalah sebagai berikut :
1. Letnan Jenderal Ahmad Yani ( Menteri / Panglima Angkatan Darat atau Men.
Pangad )
2. Mayor Jenderal R. Soeprapto ( Deputy II Pangad )
3. Mayor Jenderal Haryono Mas Tirtodarmo ( Deputy III Pangad )
4. Mayor Jenderal Suwondo Parman ( Asisten I Pangad )
5. Brigadir Jenderal Donald Izacus Panjaitan ( Asisten IV Pangad )
6. Brigadir Jenderal Soetojo Siswomiharjo ( inspektur Kehakiman / Oditur )
7. Letnan Satu Pierre Andreas tendean ( Ajudan Jenderal A.H. Nasution )
Pada waktu bersamaan, Gerakan 30 September 1965 / PKI mencoba untuk
mengadakan perebutan kekuasaan di Yogyakarta, Solo, wonogiri dan Semarang.
Selanjutnya gerakan tersebut mengumumkan berdirinya Dewan Resolusi melalui RRI
pada tanggal 1 Oktober 1965. Dewan Resolusi yang dipancarkan melalui siaran RRI itu
dibacakan oleh Letnan Kolonel Untung.

sambungan ancaman dari dalam negeri

4. Gerakan Republik Maluku Selatan ( RMS )
Gerakan Republik Maluku Selatan dipelopori oleh Mr. Dr. Christian Robert
Steven Soumokil ( mantan Jaksa Agung Negara Indonesia Timur ) dibantu oleh
Manusama. Soumokil tidak setuju atas terbentuknya Negara Kesatuan Republik
Indonesia. Bahkan, ia sendiri tidak menyetujui penggabungan daerah – daerah negara
Indonesia Timur menjadi kekuasaan Republik Indonesia. Ia berusaha melepaskan
wilayah Maluku Tengah dari NIT ( Negara Indonesia Timur ) yang menjadi bagian dari
RIS. Manusama menghasut para Rajapati ( Kepala Desa ) untuk setuju mendirikan
RMS, melalui rapat umum di Kota Ambon tanggal 18 April 1950.
Ketika jalan damai tidak menghasilkan apa – apa, Pemerintah RIS
memtuskan untuk melaksanakan ekspedisi militer. Pimpinan ekspedisi adalah Kolonel
A.E. Kawilarang ( Panglima Tentara dan Teritorium Indonesia Timur ). Melalui
ekspedisi militer itu secara perlahan wilayah – wilayah gerakan RMS berhasil dikuasai
kembali oleh pasukan APRIS. Beberapa anggotanya melarikan diri ke negeri Belanda.
Gerakan RMS berhasil diatasi sehingga keamanan di wilayah Maluku Tengah pulih
kembali.
5. Gerakan Pemerintah Revolusioner republik Indonesia / Perjuangan Rakyat
Semesta ( PRRI / Permesta )

Gerakan PRRI / Permesta muncul di tengah keadaan politik yang sedang
tidak stabil dalam pemerintahan. Hubungan yang tidak mesra antara pemeritah pusat
dengan beberapa daerah menjadi salah satu pemicu timbulnya gerakan ini. Keadaan itu
disebabkan oleh ketidakpuasan beberapa daerah di Sumatera dan Sulawesi terhadap
alokasi biaya pembangunan dari Pemerintah Pusat.
Untuk memulihkan kembali keadaan negara, Pemerintah dengan KSAD
memutuskan untuk melaksanakan operasi militer gabungan yang diberi nama Operasi
17 Agustus.
Untuk menghadapi kekuatan Permesta, Pemerintah melancarkan Operasi
Sapta Marga pada bulan April 1958. Ternyata gerakan Permesta mendapat bantuan dari
pihak asing. Terbukti dengan tertembak jatuhnya pesawat asing yang dikemudikan oleh
A.L. Pope ( Warga Negara Amerika Serikat ), pada tanggal 18 Mei 1958 di Kota
Ambon. Gerakan Permesta baru dapat dilumpuhkan sekitar bulan Agustus 1958, tetapi
sisa – sisanya baru dapat ditumpas secara keseluruhan tahun 1961.

sambungan ancaman dari dalam negeri

sebelumnya menjadi daerah istimewa diturunkan statusnya menjadi daerah karesidenan
di bawah pimpinan Sumatera Utara. Kebijakan Pemerintah itu ditentang oleh Daud
Beureueh, dan sebagai realisasinya pada tanggal 21 September 1953 ia mengeluarkan
Maklumat tentang penyatuan Aceh ke dalam Negara Islam Indonesia pimpinan
Kartosuwiryo.
Pada tanggal 17 – 28 Desember 1962 diselenggarakan Musyawarah
Kerukunan Rakyat Aceh. Musyawarah itu diselenggarakan atas inisiatif Kolonel Jasin,
Pangdam I dan tokoh – tokoh pemerintah daerah. Melalui Musyawarah itu akhirnya
berhasil dicapai penyelesaian secara damai.
Di Kalimantan Selatan Di Daerah Kalimantan Selatan juga muncul
pemberontakan di bawah pimpinan Ibnu Hajar. Mereka menamakan gerakannya dengan
sebutan Kesatuan Rakjat Jang Tertindas ( KRJT ).
Pemerintah akhirnya berhasil mengatasi gerakan yang dilakukan oleh Ibnu
Hajar pada tahun 1963. Ibnu Hajar bersama dengan anak buahnya akhirnya
menyerahkan diri secara resmi. Pada bulan Maret 1965 pengadilan militer menjatuhkan
hukuman mati kepada Ibnu hajar.
3. Gerakan Angkatan Perang Ratu Adil ( APRA )
Gerakan Angkatan Perang Ratu Adil ( APRA ) dipimpin oleh Kapten
Westerling. Gerakan ini didasari adanya kepercayaan rakyat akan datangnya seorang
Ratu Adil yang akan membawa mereka ke suasana yang aman dan tentram serta
memerintah dengan adil dan bijaksana.
Tujuan Gerakan APRA yang sebenarnya adalah mempertahankan bentuk
negara federal di Indonesia dan memiliki tentara tersendiri pada negara – negara bagian
RIS. Kemudian diketahui, bahwa dalang gerakan APRA adalah Sultan Hamid II,
seorang Menteri Negara pada Kabinet RIS. Rencana sebenarnya dari gerakan itu adalah
menculik Menteri Pertahanan Keamanan, Sri Sultan Hamengku Buwon IX, Sekjen
Pertahanan Mr. Ali Budiarjo, dan pejabat Kepala Staf Angkatan Perang Kolonel T.B.
Simatupang. Dengan keberhasilan pasukan APRIS menumpas Gerakan APRA, maka
keamanan di wilayah Jawa Barat berhasil dipulihkan kembali.

sambungan ancaman dari dalam negeri

Kabinet Hatta, sekalipun mendapat serangan dari kaum Komunis, tetap
melaksanakan program reorganisasi dan rasionalisasi. Cara yang ditempuh antara lain :
a. Melepaskan para prajurit dengan sukarela untuk meninggalkan ketentaraan dan
    kembali kepada pekerjaan semula.
b. Mengambil 100 ribu orang laskar dari masyarakat dan menyerahkan penampungan
    kepada Kementerian Pembangunan dan Pemuda.
Dengan bantuan rakyat, pada tanggal 30 September 1948 Madiun berhasil
direbut kembali oleh pasukan TNI. Dalam pelariannya, Musso dan Amir Syarifuddin
tewas tertembak. Selanjutnya dilakukan operasi pembersihan di daerah – daerah lain.
Pada awal Desember 1948, operasi itu dinyatakan selesai.
2. Gerakan Darul Islam / Tentara Islam Indonesia ( DI / TII )
Di Daerah Jawa Barat Pada masa perjuangan kemerdekaan Indonesia
melawan Belanda, Sukarmadji Maridjan ( SM ) Kartosuwiryo telah mempunyai cita –
cita untuk mendirikan Negera Islam Indonesia.
Akhirnya pada tahun 1960 dilaksanakan Operasi Pagar Betis di Gunung
Geber oleh pasukan TNI bersama rakyat. Pasukan Kartosuwiryo semakin terdesak dan
bertambah lemah, sehingga banyak yang menyerah. Kartosuwiryo sendiri terkurung dan
kemudian tertangkap di puncak Gunung Geber pada tanggal 4 Juni 1962 dan
selanjutnya dijatuhi hukuman mati.
Di Daerah Sulawesi Selatan Kemunculan gerakan DI / TII Pimpinan Kahar
Muzakar di Sulawesi Selatan disebabkan Kahar Muzakar menempatkan laskar – laskar
rakyat Sulawesi Selatan ke dalam lingkungan APRIS ( Angkatan Perang Republik
Indonesia Serikat ). Selain itu, Kahar Muzakar berkeinginan untuk menjadi Pimpinan
APRIS di daerah Sulawesi Selatan.
Penumpasan gerakan Kahar Muzakar itu mengalami berbagai kesulitan.
Tetapi akhirnya pada bulan Februaru 1965 Kahar Muzakar berhasil ditembak mati oleh
satuan – satuan pasukan TNI. Dengan demikian, pemberontakan yang dipimpinnya itu
berakhir.
Di Aceh Gerakan Di / TII yang terjadi di Aceh dipimpin oleh Daud
Beureueh. Setelah perang kemerdekaan berakhir dan negara Indonesia kembali ke
dalam bentuk Negara Kesatuan Republik Indonesia tahun 1950, daerah Aceh yang
*. Kembali ke NKRI (Negara Kesatuan Republik Indonesia)
Hasil persetujuan dalam KMB yang berakhir pada tanggal 2 November 1949
adalah dibentuknya satu negara federal di Indonesia yaitu Republik Indonesia
Serikat (RIS). Pada tanggal 19 Mei 1950, diadakan persetujuan antara RIS dengan
RI untuk mempersiapkan prosedur pembentukan negara kesatuan. Pada tanggal 15
Agustus 1950, Presiden Soekarno menandatangani Rancangan Undang-Undang
Dasar menjadi Undang-Undang Dasar Sementara (UUDS) dari Negara Kesatuan
Republik Indonesia yang kemudian lebih di kenal dengan sebutan UUDS 1950.
* Merebut Kembali Irian Barat
a.Melalui  Diplomasi
Pada tanggal 17 Agustus 1960, pemerintah Republik Indonesia menyatakan
pemutusan hubungan diplomatik dengan kerajaan Belanda.
b. Melalui Konfrontasi Ekonomi
Pada tanggal 18 November 1957, diadakan rapat umum di Jakarta, kemudian
dilanjutkan dengan aksi mogok para buruh yang bekerja pada perusahaanperusahaan
Belanda. Bank Escompto di ambil ahli oleh pemerintah Republik
Indonesia pada tanggal 9 Desember 1957, kemudian Netherlandsche Handel
Maatschappij NV diubah menjadi Bank Dagang Negara.
c. Tri Komando Rakyat (TRIKORA)
Pada tanggal 19 Desember 1961, Presiden Soekarno mengeluarkan suatu
perintah dalam rangka perjuangan pembebaskan Irian Barat. Perintah itu kemudian
terkenal dengan sebutan Tri Komando Rakyat (TRIKORA) yang isinya sebagai
berikut.
1. Gagalkan pembentukan Negara Papua buatan colonial Belanda.
2. Kibarkan Sang Merah Putih di Irian Barat Tanah Air Indonesia.
3. Bersiaplah untuk mobilitas umum mempertahankan kemerdekaan dan kesatuan
    tanah air Indonesia.
C. Perjuangan Menghadapi Pergolakan Dalam Negeri
1. Pemberontakan PKI Madiun Tahun 1948
Akibat Persetujuan renville, Kabinet Amir Syarifuddin jatuh karena
dianggap terlalu menguntungkan Belanda. Persetujuan Renville dianggap tidak
menjamin secara tegas kedudukan dan kelangsungan hidup Republik Indonesia. Hasil
persetujuan Renville membuat posisi Indonesia bertambah sulit. Wilayah Republik
Indonesia juga semakin berkurang sehingga wilayah kekuasaan Indonesia menjadi
sempit. Presiden kemudian menunjuk Moh. Hatta untuk membentuk kabinet. Hatta
menyusun kabinet tanpa campur tangan golongan sayap kiri atau sosialis.

sambungan materi diplomasi

c. RIS akan menerima penyerahan kedaulatan, baik dari Republik Indonesia
   maupun dari Kerajaan Belanda
d. Angkatan Perang RIS adalah Angkatan Perang Nasional, dan Presiden RIS
    adalah Panglima Tertinggi Angkatan Perang RIS.
e. Pembentukan Angkatan Perang RIS adalah semata-mata soal bangsa Indonesia
    sendiri. Angkatan Perang RIS akan dibentuk oleh Pemerintah RIS dengan inti
    dari TNI dan KNIL serta kesatuan-kesatuan Belanda lainnya.
4. KMB (Konfrensi Meja Bundar) dan Pengakuan Kedaulatan
Pada tanggal 4 Agustus 1949 pemerintah Republik Indonesia menyusun delegasi
untuk menghadiri KMB yang terdiri dari Drs. Moh. Hatta (ketua), Mr. Moh.
Roem, Prof. Dr. Soepomo, dr. J. Leimena, Mr. Ali Sastroamidjojo, Ir.
Djuanda, dr. Sukiman, Mr. Suyono Hadinoto, Dr. Sumitro Djojohadikusumo,
Mr. Abdul Karim Pringgodigdo, Kolonel TB Simatupang dan Mr. Muwardi.
Delegasi BFO dipimpin oleh Sultan Hamid II dari Kesultanan Pontianak.
Pada tanggal 23 Agustus 1949, KMB dimulai di Den Haag, Belanda. Konferensi
berlangsung sampai tanggal 2 November 1949 dengan hasil yang dicapai sebagai
berikut.
a. Belanda mengakui Republik Indonesia Serikat (RIS) sebagai negara merdeka
    dan beraulat.
b. Status Kepresidenan Irian Barat diselesaikan dalam waktu setahun sesudah
    pengakuan kedaulatan.
c. Akan dibentuk Uni Indonesia-Belanda bedasarkan kerja sama sukarela dan
    sederajat.
d. RIS mengembalikan hak milik Belanda dan memberikan izin baru untuk
    perusahaan-perusahaan Belanda.
e. RIS harus membayar semua utang Belanda yang ada sejak tahun 1942.
*. Peran PBB (Perserikatan Bangsa-Bangsa)
Dalam sidang tersebut Amerika Serikat mengeluarkan resolusi yang disetujui
semua negara,yaitu:
a. Membebaskan presiden dan wakil presiden serta pemimpin-pemimpin Republik
    Indonesia yang ditangkap pada tanggal 19 Desember 1948.
b. Memerintahkan KTN agar memberikan laporan lengkap mengenai situasi di
    Indonesia sejak 19 Desember 1948.
Hasil-hasil keputusan lainnya yang berhasil dicapai oleh PBB di antaranya
adalah :

a. Piagam Pengakuan Kedaulatan (27 Desember 1949)
b. Pembentukan RIS.
c. Pembentukan Uni Indonesia-Belanda.
d. Pembubaran tentara KNIL dan KL yang diintegrasikan ke dalam APRIS.
e. Piagam tentang kewarganegaraan.
f. Persetujuan tentang ekonomi keuangan.
g. Masalah Irian Barat akan dibicarakan kembali setahun kemudian

sambungan materi diplomasi

Kemudian pernyataan delegasi Belanda dibacakan oleh Dr. H.J. Van Royen
yang berisi antara lain.
a. Pemerintah Belanda setuju bahwa pemerintah Republik Indonesia harus bebas
    dan leluasa melakukan kewajiban dalam satu daerah yang meliputi
    Kepresidenan Yogyakarta.
b. Pemerintah Belanda membebaskan secara tak bersyarat pemimpin-pemimpin
    Republik Indonesia dan tahanan politik yang ditawan sejak tanggal 19 Desember
    1948.
c. Pemerintah Belanda setuju bahwa Republik Indonesia akan menjadi bagian dari
    Republik Indonesia Serikat.
d. Konfrensi Meja Bundar (KMB) akan diadakan secepatnya di Den Haag sesudah
     pemerintah Republik Indonesia kembali ke Yogyakarta.
Pada tanggal 22 Juni 1949, diselenggarakan perundingan segitiga antara
Republik Indonesia, BFO dan Belanda. Perundingan itu diawasi PBB yang dipimpin
oleh Chritchley menghasilkan tiga keputusan yaitu :
a. Pengembalian pemerintahan Republik Indonesia ke Yogyakarta yang akan
    dilaksanakan pada tanggal 24 Juni 1949.
b. Perintah penghentian perang gerilya.
c. KMB akan dilaksanakan di Den Haag.
3. Konfrensi Inter-Indonesia
Hasil Konfrensi Inter-Indonesia yang disetujui bersam di Yogyakarta antara lain.
a. Negara Indonesia Serikat disetujui dengan nama Republik Indonesia Serikat
(RIS) berdasarkan demokrasi dan federalisme (serikat)
b. RIS akan dikepalai oleh seorang presiden dibantu oleh menteri-menteri yang
bertanggung jawab kepada presiden.

sambungan materi diplomasi


bundar (KMB). Ternyata KMB memberikan hasil yang cukup memuaskan
sehingga belanda angkat kaki dari bumi Indonesia.
B. Perjuangan Mewujudkan Kembali Negara Kesatuan Republik Indonesia
(NKRI)

Masa-masa revolusi merupakan masa yang cukup berat bagi bangsa Indonesia
karena di samping harus berjuang mempertahanka kemerdekaan yang telah diraihnya
harus juga berjuang mewujudkan Negara Kesatuan Republik Indonesia.
1. Negara-negara Boneka Bentukan Belanda
Berbagai macam cara telah dilakukan Belanda untuk menanamkan
kekuasaannya kembali ke Indonesia. Cara yang dilakukan di antaranya dengan
membonceng pasukan sekutu Inggris dan juga melaui pembentukan negara-negara
dalam wilayah Republik Indonesia.
Pembentukan negara-negara boneka yang dilakukan oleh Belanda di wilayah
Indonesia bertujuan untuk mengepung kedudukan pemerintahan Republik Indonesia
atau mempersempit wilayah kekuasaan Republik Indonesia.
Tabel berikut ini memperlihatkan negara-negara boneka yang di bentuk oleh
Belanda.
2. Perjanjian Roem – Royen
Perjanjian Roem-Royen merupakan perundingan yang membuka jalan ke arah
terlaksananya.Konferensi Meja Bundar yang menjadi cikal bakal terwujudnya
Negara Kesatuan Repulik Indonesia yang utuh.
Atas inisiatif Komisi PBB untuk Indonesia, maka pada tanggal 14 April 1949
diselenggarakan perundingan di Jakarta di bawah pimpinan Merle Cochran,
Anggota Komisi dari Amerika Seruikat. Delegasi Republik Indonesia dipimpin oleh
Mr. Moh. Roem dan delegasi Belanda dipimpin oleh Dr. H.J. Van Royen.
Pernyataan pemerintah Republik Indonesia dibacakan oleh Mr. Moh. Roem,
yang berisi antara lain.
a. Pemerintah Republik Indonesia akan mengeluarkan perintah penghentian perang
gerilya.
b. Kerja sama dalam pengembalian perdamaian dan menjaga keamanan serta
ketertiban.
c. Turut serta dalam KMB yang bertujuan untuk mempercepat penyerahan
kedaulatan yang lengkap dan tidak bersyarat kepada negara Republik Indonesia
Serikat.

sambungan materi diplomasi

* Pemerintah Darurat Republik Indonesia (PDRI)
a. latar belakang pembentukan pemerintahan darurat Indonesia
(PDRI)
Pada hari minggu 19 desember 1948, belanda melakukan agresi militer II
dengan serangan utama diarahkan ke kota yogyakarta. Serangan pagi itu
dilakukan dengan mengebom beberapa bangunan penting di antaranya radio
republic Indonesia (RRI) dengan tujuan melumpuhkan komunikasi republic
Indonesia dengan dunia luar. Presiden dan wakil presiden beserta pejabat
lainnya memilih untuk ditawan oleh belanda. Hal ini dimaksudkan untuk
menarik perhatian Negara – Negara lain dunia.
b. Susunan pemerintahan PDRI
Di halaban , Mr. Syafruddin Prawinegara membentuk PDRI dan langsung
menjadi ketuanya, merangkap sebagaian menteri pertahanan, menteri
penerangan, menteri luar ada interim. Untuk jabatan menteri luar negeri
kemudian diserahkan kepada Mr. A.A. Maramis.
c. perjuangan PDRI
Dalam perjuangan mempertahankan Negara republic Indonesia, PDRI
tetrus melakukan perjuangan gerilya. PDRI memiliki alat pemancar radio YBJ-6
yang dapat menjalin hubungan dengan pejuang – pejuang di jawa dan luar
negeri. Pemancar YBJ-6 dapat berhubungan langsung dengan pemancar VWX –
2 yang ada di India.
Kenyataan ini menyadarkan dunia bahwa apa yang pernah diberitahukan
oleh pihak belanda belanda ternyata bohong. Oleh karena itu, belanda terpaksa
menerima resolusi dewan keamanan PBB, walaupun pihak Indonesia masih
kurang puas terhadap resolusi itu karena PBB tidak memberikan sanksi terhadap
belanda dan pengosongan daerah untuk militer hanya terhadap kota yogyakarta.
v. Penyerahan Manfaat Kembali
Yogyakarta kembali menjadi ibukota Negara Republik Indonesia
ditandai dengan kembalinya para pimpinan ibukota Negara republic
Indonesia ditandai dengan kembalinya para pimpinan republic Indonesia ke
yogyarkata setelah diasingkan atau bergerilya selama enam bulan.
Dalam pemerintah cabinet hatta II, ditetapkan bahwa sri sultan
hamengku buwono IX sebagai wakil perdana memteri I dan mr.syafruddin
prawinegara sebagai wakil perdana menteri II yang berkedudukan di kotaraja
(aceh). Pada perkembangan selanjutnya, terselenggara konferensi meja

sambungan perjuangan diplomasi

*. Agresi militer Belanda II
Pihak belanda yang masih ingin menguasai wilayah Indonesia, mencari –
cari cara untuk mengingkari persetujuan yang sudah disepakati. Sebelum
macetnya perundingan itu sudah ada tanda – tanda bahwa pihak belanda akan
melanggar persetujuan renville. Oleh karena itu, pemerintah republic Indonesia
dan TNI sudah memperhitungkan bahwa sewaktu – waktu belanda akan
melakukan aksi militernya untuk menghancurkan republic Indonesia dengan
kekuatan senjata.
Seperti yang telah diduga sebelumnya, akhirnya belanda pun melakukan
aksi militernya yang kedua. Serangan dibuka pada tanggal 19 desember 1948.
belanda melancarkan serangan di semua front republic Indonesia. Presiden
Soekarno dan Wakil Presiden Moh. Hatta beserta sejumlah menteri, kepala staf
angkatan udara komodor S. Suryadarma dan yang lainnya juga ikut ditawan
tentara belanda. Namun, sebelum pihak belanda sampai ke istana presiden,
presiden soekarno telah berhasil mengirimkan radiogram yang berisi mandat
kepada menteri kemakmuran, syafruddin prawiranegara yang sedang melakukan
kunjungan ke sumatera untuk membentuk pemerintahan darurat republic
Indonesia (PDRI).
Beberapa bulan sebelum belanda melakukan serangan, jenderal
soedirman (panglima Besar Angkatan Perang) menderita sakit paru – paru yang
sangat parah, sehingga harus dirawat di rumah sakit dan kemudian dirawat
dirumahya.
Selanjutnya.. dalam waktu 1 bulan, pasukan TNI telah berhasil
menyelesaikan konsolidasinya dan mulai memberikan pukulan – pukulan secara
teratur kepada musih. Serangan umum yang dilaksanakan terhadap kota – kota
yang paling dikenal adalah serangan umum 1 maret 1949 terhadap kota
yogyakarta. Serangan umum itu dipimpin oleh komandan Brigade X Letnan
Colonel Soeharto. Pasukan TNI berhasil menduduki kota yogyakarta selama 6
jam.
Sementara itu Sri Sultan Hamengku Buwono IX menolak tawaran kerja
sama dari pihak belanda. Disamping itu, perjuangan dalam rangka dalam rangka
memegakkan kedaulatan republic Indonesia juga dilakukan di luar
negeri.dengan modal sumbangan pesawat rakyat aceh, w. supono membentuk
armada udara komersial itulah yang dijadikan modal untuk membiyai
perwakilan republic Indonesia diluar negeri. Juga dibuka komunikasi radio
antara wonosari, bukit tinggi, Rangoon, dan new delhi.
Aksi militer belanda yang kedua ini ternyata menarik perhatian PBB,
karena belanda secara terang – terangan tidak mengakui lagi persetujuan renville
di depan komisi tiga Negara yang ditugaskan oleh PBB. Pada tanggal 24 januari
1949, dewan keamanan PBB mengeluarkan resolusi agar republic Indonesia dan
belanda segera menghentikan permusuhan. Kegagalan belanda di medan
pertempuran serta tekanan dari amerika serikat yang mengancam akan

sambungan perjuangan diplomasi

Dewan keamanan PBB akhirnya menyutujui usul amerika serikat, yaitu untuk
mengawasi penghentian permusuhan harus dibentuk sebuah komisi jasa – jasa
baik.sementara belanda menuntut mempertahankan garis van mook, yaitu suatu
garis yang dihubungkan pucuk – pucuk pasukan pasukan belanda yang dimajukan
setelah keluar perintah dewan keamanan PBB untuk menghentikan tembak –
menembak. Kemudian mereka mengeluarkan pernyataan dari tempat perundingan di
kaliurang yang isinya sebagai berikut :
a. dilarang melakukan sabotase
b. dilarang melakukan intimidasi
c. dilarang melakukan pembalasan dendam.
Usul KTN
Selanjutnya KTN pun juga mengajukan usul politik yang didasarkan pada persetujuan
linggarjati, yaitu :
i. kemerdekaan bagi bangsa Indonesia
ii. kerjasama Indonesia – belanda
iii. suatu Negara yang berdaulat ats dasar federasi
iv. uni antara Indonesia serikat dan bagian lain kerajaan belanda.
Sebagai balasan usul KTN, pihak belanda mengajukan 12 prinsip politik untuk
disampaikan kepaada pihak Indonesia. Prinsip belanda tersebut adalah pengurangan
pasukan dan penghidupan kegiatan ekonomi. Tetapi dalam usulan tersebut tidak
disebutkan masalah penarikan tentara belanda.
Untuk mengatasi sikap keras kepala pihak belanda dr. frank graham mengajukan 6
prinsip tambahan agar dapat mencapai penyelesaian politik.pemerintah republic
Indonesia mendapat jaminan KTN, bahwa kekuasaan republic Indonesia tidak akan
berkurang selama masa peralihan sampai diserahkannya kedaulatan belanda kepada
Negara Indonesia.
Oleh KTN, apabila pihak republic Indonesia menyetujui sampai batas waktu
yang ditetapkan yaitu tanggal 9 januari 1948. akhirnya pada tanggal 17 januari 1948
kedua belah pihak bertemu kembali di atas kapal U.U.S. Renville untuk menanda
tangani persetujuan gencatan senjata dan prinsip – prinsip politik yang telah disetujui
bersama. Penandatangani ini disaksikan juga olek KTN.
Pada saat perundingan berlangsung diadakan reshuffle (perombakan) dalam cabinet
Amir Syarifuddin untuk memperkuat cabinet tersebut guna menghadapi perundingan
dengan belanda.

Perjuangan Diplomasi untuk memperoleh Pengakuan Kedaulatan

1. Perjanjian Linggarjati
Perlawanan hebat dari rakyat dan para pemuda Indonesia, untuk
mempertahankan kemerdekaan menyebabkan inggris menarik suatu kesimpulan
bahwa sengketa antara Indonesia dengan belanda tidak mungkin dapat diselesaikan
dengan kekuatan senjata, melainkan dengan cara diplomasi.
Indonesia menginginkan sebuah Negara yang berdaulat penuh atas wilayah
bekas jajahan hindia belanda. Untuk itu pemerintah republic Indonesia bersedia
membayar semua hutang pemerintah hindia belanda sebelum tanggal 6 maret 1942,
namun pemerintah belandah menolak konsesi itu.
Perundingan dilanjutkan dinegeri belanda, di kota hooge veluwe bulan april
1946. dalam perundingan itu, belanda menolak usul yang dilakukan clark kerr
tentang pengakuan kedaulatan secara de facto wilayah Indonesia yang terdiri dari
sumatera dan jawa. Pihak Indonesia dipimpin oleh dr. sudarsono, jenderal
soedirman dan jenderal oerip soemohardjo. Inggris mengirim lord killearn sebagai
penengah setelah komisi gencatan senjata terbentuk. Isi persetujuan linggarjati
antara lain :
a. pemerintah republic Indonesia dan belanda bersama – sama membentuk Negara
federasi bernama Negara Indonesia serikat.
b. Negara Indonesia serikat tetap terdiri dalam ikatan kerja sama dengan kerajaan
belanda, dengan wadah uni Indonesia – belanda yang diketuai oleh ratu belanda.
Setelah naskah ditandatangani, muncul pro dan kontra di masyarakat mengenai
hasil perundingan tersebut.namun dengan menambah suara dalam KNIP, pemerintah
republic Indonesia berhasil mendapat dukungan KNIP. Maka pada tanggal 25 maret
1947 pihak Indonesia menyetujui perjanjian linggarjati.
*. Agresi Militer Belanda 1 dan Perjanjian Renville
Belanda melakukan agresi terbuka pada tanggal 21 juli 1947 yang menimbulkan
reaksi hebat dari dunia internasional. Pada tanggal 30 juli 1947, pemerintah India
dan Australia mengajukan permintaan resmi agar masalah Indonesia segera
dimasukkan dalam daftar agenda dewan keamanan PBB.tanggal 1 agustus 1947
dewan keamanan PBB memerintahkan penghentian permusuhan kedua belah pihak
dan mulai berlaku sejak tanggal 4 agustus 1947. sementara itu untuk mengawasi
pelaksanaan gencatan senjata, dewan keamanan PBB membentuk komisi konsuler
dengan anggota – anggotanya terdiri dari para konsul jenderal yang berada di
wilayah Indonesia.

sambungan materi kls xii ips

5. Peristiwa Merah Putih di Manado
Peristiwa merah putih terjadi tanggal 14 februari 1946 di manado. Para pemuda
tergabung dalam pasukan KNIL kompeni VII bernama laskar rakyat dari barisan
pejuang melakukan perbutan kekuasaan pemerintahan di manado, tomohon, dan
minahasa. Pada tanggal 16 februari 1946 mereka mengeluarkan surat selebaran yang
menyatakan bahwa kekuasaan di seluruh manado telah berada di tangan bangsa
Indonesia.
Bendera merah putih dikibarkan diseluruh pelosok minahasa hampir selama satu
bulan yaitu sejak tanggal 14 februari 1946. Dr. sam ratulangi diangkat sebagai
gubernur sulawesi bertugas untuk memperjuangkan keamanan dan kedaulatan
rakyat sulawesi.
6. Pertempuran Margarana (20 november 1946)
Pada tanggal 2 dan 3 maret 1946, lebih kurang dari 2.000 tentara belanda
mendarat di pulau bali. Di ikuti oleh tokoh – tokoh bali yang pro terhadap
belanda.ketika belanda mendarat di pulau bali, pimpinan laskar bali, letnan colonel I
gusti ngurah rai, sedang menghadap ke markas tinggi TKR di yogyakarta
Ketika kembali dari yogyakarta, I gusti ngurah rai menemukan pasukannya
porak – poranda akibat serangan yang dilakukan oleh pasukan belanda. Setelah
berhasil menghimpun dan mempersatukan kembali pasukannya, pada tanggal 18
november 1946, ngurah rai bersama pasukannya melakukan serangan terhadap
markas belanda yang ada di kota tabanan.tanggal 20 november selalu diperingati
sebagai hari pahlawan, yaitu untuk memperingati pengorbanan para jasa pahlawan
tersebut.

Sabtu, 27 Oktober 2012

sambungan materi sejarah kls.XII IPS bab 3

3. Pertempuran Medan Area
Pada tanggal 9 november 1945, pasukan sekutu dibawah pimpinan brigadir
jenderal T.E.D. Kelly mendarat di Sumatra utara yang diikuti oleh pasukan
NICA.selanjutnya mereka ditempatkan di binjai, tanjung lapangan. Sehari setelah
mendarat, tim RAPWI mendatangi kamp – kamp tawanan yang ada di medan atas
persetujuan Gubernur M.Hasan. kelompok itu langsung dibentuk menjadi Medan
Batalyon KNIL.
Pada tanggal 10 oktober 1945 dibentuk TKR sumatera Timur dengan
pimpinannya Achmad Tahir. Selanjutnya diadakan pemanggilan bekas giyugun dan
heiho ke sumatera timur. Disamping TKR, terbentuk juga badan – badan perjuangan
yang sejak tanggal 15 oktober 1945 menjadi pemuda republic Indonesia sumatera
timur dan kemudian berganti nama menjadi pesindo.
Sementara itu pada tanggal 18 oktober 1945, brigadier jenderal T.E.D Kelly
memberi ultimatum agar para pemuda medan menyerahkan senjatanya kepada
sekutu.pada tanggal 1 desember 1945, pihak sekutu – inggris memasang papan –
papan yang bertuliskan fixed boundaries medan area di daerah – daerah pinggiran
kota medan.dan pada taggal 10 agustus 1946, diselenggarakan suatu pertemuan di
tebing tinggi antara para komando pasukan yang berjuang di medan area.pertemuan
itu memutuskan dibentuknya satu komando yang bernama komando resimen lascar
rakyat medan area.
4. Bandung Lautan Api
Pasukan sekutu inggris kota bandung sejak pertengahan oktober 1945.
menjelang November 1945, pasukan NICA semakin merajalela di bandung dengan
aksi terornya.Untuk meredakan ketegangan diadakan perundingan dengan keputusan
diplomasi tanggal 25 november 1945, bandung kemudian di bagi menjadi dua
bagian.
Meskipun pihak Indonesia telah mengosongkan sejauh 11 km. hal itu
menyebabkan rakyat bandung marah. Mereka kemudian melakukan aksi
pertempuran dengan membumihanguskan segenap penjuru bandung selatan.
Bandung terbakar hebat dari batas timur cicadas sampai barat andir. Satu juta jiwa
penduduk mengungsi ke luar kota pada tanggal 23 dan 24 maret 1946 meninggalkan
bandung yang telah menjadi lautan api.

sambungan materi sejarah kls.XII IPS

2. Pertempuran Ambarawa – Magelang
Pertempuran di ambarawa terjadi pada tanggal 20 november 1945 dan berakhir
pada tanggal 15 desember 1945. pertempuran itu terjadi antara pasukan TKR
bersama rakyat Indonesia melawan pasukan sekutu – inggris.tetapi kedatangan
tentara seku – inggris diikuti oleh orang – orang NICA (Nederland Indische Civil
Administration) yang kemudian mempersenjatai bekas tawanan itu. Pada tanggal 26
oktober 1945 terjadi insiden di kota magelang.
Insiden itu berhenti setelah presiden soekarno dan brigadier jenderal bethel
dating ke magelang tanggal 2 november 1945. mereka mengadakan perundingan
gencatan senjata dan memperoleh kata sepakat yang dituangkan dalam 12 pasal.
Naskah persetujuan itu antaranya berisi :
a. pihak sekutu tetap akan menempatkan pasukannya di magelang untuk
melindungi dan mengurus evakuasi APWI (Allied Prisoners War and Interneers
atau tawanan perang dan Interniran Sekutu). Jumlah pasukan sekutu sesuai
dengan keperluan itu.
b. jalan ambarawa – magelang terbuka sebagai jalur lalu lintas Indonesia – sekutu
c. sekutu tidak akan mengakui aktivitas NICA dalam badan – badan yang berada di
bawahnya.
Pihak sekutu ternyata mengingkari janjinya. Pada tanggal 20 november 1945 di
ambarawa pecah pertempuran antara pasukan TKR di bawah pimpinan Mayor
Sumarto dan tentara sekutu.
Para komandan pasukan kemudian mengadakan rapat koordinasi yang dipimpin
oleh colonel Holland iskandar. Rapat itu menghasilkan pembentukan komando yang
disebut markas pimpinan pertempuran dan bertempat di magelang sejak saat itu,
ambarawa dibagi atas empat sektor, yaitu : sektor utara, sektor selatan, sektor barat,
sektor timur.
Pada tanggal 12 desember 1945 dini hari pasukan – pasukan TKR bergerak
menuju sasaran masing – masing. Dalam waktu setengah jam pasukan TKR berhasil
mengepung musuh di dalam kota. Kota ambarawa dikepung selama empat hari.
Apabila musuh menguasai kota ambarawa, mereka dapat mengancam 3 kota utama
di jawa tengah yaitu, surakarta, magelang, dan terytama yogyakarta yang menjadi
pusat kedudukan markas tertinggi TKR.

Senin, 01 Oktober 2012

Materi Bab III Kls.XII IPS

A. PERJUANGAN MEMPERTAHANKAN KEMERDEKAAN DI
BERBAGAI DAERAH
Meskipun kemerdekaan Indonesia telah diproklamasikan, ternyata bangsa
Indonesia masih mengalami berbagai macam rongrongan atau gangguan yang baik
dari dalam maupun luar.
Sejak 1945 hingga tahun 1950 telah terjadi berbagai macam pertempuran antara
pihak Indonesia dengan pihak belanda yang dibantu oleh pasukan sekutu – inggris.
1. Pertempuran Surabaya 10 november 1945
Pertempuran di Surabaya melawan pasukan sekutu tidak lepas kaitannya dengan
peristiwa yang mendahuluinya, yaitu usaha perebutan kekuasaan dan senjata dari
tangan jepang yang dimulai sejak tanggal 2 september 1945.
Pada tanggal 25 oktober 1945, brigade 49 dibawah pimpinan brigadier jenderal
A.W.S. Mallaby mendarat di Surabaya dengan tujuan melucuti serdadu jepang dan
menyelamatkan para interniran sekutu.
Setelah diadakan pertemuan antara wakil – wakil pemerintah RI dengan Brigadir
A.W.S. Mallaby berhasil mencapai suatu kesepakatan yaitu :
a. inggris berjanji bahwa diantara mereka tidak terdapat angkatan perang belanda
b. disetujuinya kerja sama antara kedua belah pihak untuk menjamin keamanan dan
ketentraman
c. akan segera dibentuk kontak biro sehingga kerja sama dapat terlaksana dengan
sebaik – baiknya.
d. inggris hanya akan melucuti senjata jepang saja
melihat kenyataan seperti itu, komandan pasukan sekutu mengubungi presiden
soekarno untuk mendamaikan perselisihan antara bansa Indonesia dengan sekutu –
inggris di Surabaya. Tetapi setelah bung karno, bung hatta dan amir syarifuddin
beserta hawthorn kembali ke Jakarta, pertempuran tidak dapat dielakkan lagi dan
menyebabkan terbunuhnya brigadier jenderal A.W.S. mallaby.

Senin, 24 September 2012

Patung Liberty

Patung Liberty tidak dibuat di New York!

Patung Liberty, kebanggaan dan simbol Kota New York, ternyata bukan dibuat di New York. Patung tersebut, yang ternyata didesain oleh pemahat Prancis, Frederic-Auguste Bartholdi pertama kali dibangun dan disusun di Prancis pada tahun 1874. Patung Dewi Kemerdekaan tersebut dipersembahkan oleh rakyat Prancis kepada rakyat Amerika, sebagai hadiah ulang tahun kemerdekaan Amerika yang ke-100.
Setelah selesai dibuat di Prancis, patung tersebut dibongkar, dan dikemas dalam 200 muatan besar untuk dikirim ke Amerika. Patung Liberty selanjutnya disusun kembali di Bedloe’s Island di mulut pelabuhan Kota New York. Sedemikian lama proses pengepakan ini, hingga patung Liberty baru bisa diresmikan pada tanggal 28 Oktober 1886, sepuluh tahun setelah HUT kemerdekaan Amerika yang ke-100.
Dengan tinggi 46 meter dan berat 204 ton, Patung Liberty berdiri diatas landasan setinggi 46 meter. Bagian dalamnya diisi oleh rangka baja, sementara bagian luarnya dibuat dari plat tembaga. Rangka baja patung Liberty, dibuat dan dirancang oleh Gustave Eiffel, orang yang juga merancang dan membangun Menara Eiffel.
Sumber: http://id.shvoong.com/

Materi Sejarah sm.1 SMA XII IPS

KEADAAN EKONOMI-KEUANGAN PADA AWAL KEMERDEKAAN


A.   FAKTOR-FAKTOR PENYEBAB MEMBURUKNYA KEADAAN EKONOMI DAN KEUANGAN DI INDONESIA PADA AWAL KEMERDEKAAN
Pada akhir pendudukan Jepang dan pada awal berdirinya Republik Indonesia keadaan ekonomi Indonesia sangat kacau. Hal ini disebabkan oleh hal-hal sebagai berikut :
1.    Inflasi yang sangat tinggi (Hiper-Inflasi).
Penyebab terjadinya inflasi ini adalah beredarnya mata uang pendudukan Jepang secara tak terkendali. Pada saat itu diperkirakan mata uang Jepang yang beredar di masyarakat sebesar 4 milyar. Dari jumlah tersebut, yang beredar di Jawa saja, diperkirakan sebesar 1,6 milyar. Jumlah itu kemudian bertambah ketika pasukan Sekutu berhasil menduduki beberapa kota besar di Indonesia dan meguasai bank-bank. Dari bank-bank itu Sekutu mengedarkan uang cadangan sebesar 2,3 milyar untuk keperluan operasi mereka. Kelompok masyarakat yang paling menderita akibat inflasi ini adalah petani. Hal itu disebabkan pada zaman pendudukan Jepang petani adalah produsen yang paling banyak menyimpan mata-uang Jepang.
Pemerintah Republik Indonesia yang baru berdiri, tidak dapat menghentikan peredaran mata uang Jepang tersebut, sebab negara RI belum memiliki mata-uang baru  sebagai penggantinya. Maka dari itu, untuk sementara waktu pemerintah RI menyatakan tiga mata uang yang berlaku di wilayah RI, yaitu :
a.    mata-uang De Javasche Bank;
b.    mata-uang pemerintah Hindia Belanda;
c.    mata-uang pendudukan Jepang.
Pada saat kesulitan ekonomi menghimpit bangsa Indonesia, tanggal 6 Maret 1946, Panglima AFNEI yang baru, Letnan Jenderal Sir Montagu Stopford mengumumkan berlakunya uang NICA di daerah-daerah yang diduduki Sekutu. Uang NICA ini dimaksudkan sebagai pengganti uang Jepang yang nilainya sudah sangat turun. Pemerintah melalui Perdana Menteri Syahrir memproses tindakan tersebut. Karena hal itu berarti pihak Sekutu telah melanggar persetujuan yang telah disepakati, yakni selama belum ada penyelesaian politik mengenai status Indonesia, tidak akan ada mata uang baru.
Oleh karena itulah pada bulan Oktober 1946 Pemerintah RI, juga melakukan hal yang sama yaitu mengeluarkan uang kertas baru yaitu Oeang Republik Indonesia (ORI) sebagai pengganti uang Jepang. Untuk melaksanakan koordinasi dalam pengurusan bidang ekonomi dan keuangan, pemerintah membentuk Bank Negara Indonesia pada tanggal 1 November 1946. Bank Negara ini semula adalah Yayasan Pusat Bank yang didirikan pada bulan Juli 1946 dan dipimpin oleh Margono Djojohadikusumo. Bank negara ini bertugas mengatur nilai tukar ORI dengan valuta asing.
2.    Adanya blokade ekonomi, oleh Belanda (NICA). Blokade laut ini dimulai pada bulan November 1945 ini, menutup pintu keluar-masuk perdagangan RI. Adapun alasan pemerintah Belanda melakukan blokade ini adalah :
a.    Untuk mencegah dimasukkannya senjata dan peralatan militer ke Indonesia;
b.    Mencegah dikeluarkannya hasil-hasil perkebunan milik Belanda dan milik asing lainnya;
c.    Melindungi bangsa Indonesia dari tindakan-tindakan yang dilakukan oleh orang bukan Indonesia.
Akibat dari blokade ini barang-barang dagangan milik pemerintah RI tidak dapat diekspor, sehingga banyak barang-barang ekspor yang dibumihanguskan. Selain itu Indonesia menjadi kekurangan barang-barang impor yang sangat dibutuhkan.
3. Kas negara kosong, pajak dan bea masuk sangat berkurang, sehingga pendapatan pemeritah semakin tidak sebanding dengan pengeluarannya. Penghasilan pemerintah hanya bergantung kepada produksi pertanian. Karena dukungan petani inilah pemerintah RI masih bertahan, sekali pun keadaan ekonomi sangat buruk.

B.   USAHA MENEMBUS BLOKADE EKONOMI
Usaha-usaha untuk menembus blokade ekonomi yang dilakukan oleh pihak Belanda dilaksanakan oleh pemerintah dengan berbagai cara, diantaranya sebagai berikut :
1.    Diplomasi Beras ke India
Usaha ini lebih bersifat politis daripada ekonomis. Ketika terdengar berita bahwa rakyat India sedang ditimpa bahaya kelaparan, pemerintah RI segera menyatakan kesediaannya untuk membantu pemerintah India dengan mengirimkan 500.000 ton beras, dengan harga sangat rendah. Pemerintah bersedia melakukan hal ini karena diperkirakan pada musim panen tahun 1946 akan diperoleh surplus sebesar 200.000 sampai 400.000 ton.
Sebagai imbalannya pemerintah India menjanjikan akan mengirimkan bahan pakaian yang sangat dibutuhkan oleh rakyat Indonesia. Keuntungan politik yang diperoleh oleh pemerintah RI adalah dalam forum internasional India adalah negara Asia yang paling aktif membantu perjuangan kemerdekaan RI.
2.    Mengadakan Hubungan Dagang Langsung ke Luar Negeri
Usaha untuk membuka hubungan langsung ke luar negeri, dilakukan oleh pihak pemerintah maupun pihak swasta. Diantara usaha-usaha tersebut adalah sebagai berikut :
a.    Mengadakan kontak hubungan dengan perusahaan swasta Amerika (Isbrantsen Inc.). Usaha ini dirintis oleh BTC (Banking and Trading Corporation), suatu badan perdagangan semi-pemerintah yang dipimpin oleh Dr. Sumitro Djojohadikusumo dan Dr. Ong Eng Die. Dalam transaksi pertama pihak Amerika Serikat bersedia membeli barang-barang ekspor dari Indonesia seperti gula, karet, teh, dan sebagainya. Kapal Isbrantsen Inc. yang masuk ke pelabuhan Cirebon adalah kapal Martin Behrmann yang mengangkut barang-barang pesanan RI dan akan memuat barang-barang ekspor dari RI. Akan tetapi kapal itu dicegat oleh kapal Angkatan Laut Belanda dan diseret ke pelabuhan Tanjung Priuk dan seluruh muatannya disita.
b.    Menembus blokade ekonomi Belanda di Sumatera dengan tujuan Singapura dan Malaysia. Oleh karena jarak perairan yang relatif dekat, maka usaha ini dilakukan dengan perahu layar dan kapal motor cepat. Usaha ini secara sistimatis dilakukan sejak tahun 1946 sampai dengan akhir masa Perang Kemerdekaan. Pelaksanaan penembusan blokade ini dilakukan oleh Angkatan Laut RI dengan dibantu oleh pemerintah daerah penghasil barang-barang ekspor.
Sejak awal tahun 1947 pemerintah RI membentuk perwakilan resmi di Singapura yang diberi nama Indonesia Office (Indoff). Secara resmi Indoff ini merupakan badan yang memperjuangkan kepentingan politik di luar negeri, namun secara rahasia juga berusaha menembus blokade dan usaha perdagangan barter.
Kementerian Pertahanan juga membentuk perwakilannya di luar negeri yang disebut Kementerian Pertahanan Usaha Luar Negeri (KPLULN) yang dipimpin oleh Ali Jayengprawiro. Tugas pokok badan ini adalah membeli senjata dan perlengkapan Angkatan Perang. Sebagai pelaksana upaya menembus blokade ini yang terkenal adalah John Lie, O.P. Koesno, Ibrahim Saleh dan Chris Tampenawas. Selama tahun 1946 pelabuhan di Sumatera hanya Belawan yang berhasil diduduki Belanda. Karena perairan di Sumatera sangatlah luas, maka pihak Belanda tidak mampu melakukan pengawasan secara ketat. Hasil-hasil dari Sumatera terutama karet yang berhasil diselundupkan ke luar negeri, utamanya ke Singapura, mencapai jumlah puluhan ribu ton. Selama tahun 1946 saja barang-barang yang diterima oleh Singapura dari Sumatera seharga Straits $ 20.000.000,-. Sedangkan yang berasal dari Jawa hanya Straits $ 1.000.000,-. Sebaliknya barang-barang yang dikirim ke Sumatera dari Singapura seharga Straits $ 3.000.000,- dan dari Singapura ke Jawa seharga Straits $ 2.000.000,-.
C.   USAHA-USAHA MENGATASI KESULITAN EKONOMI
Pada awal kemerdekaan masih belum sempat melakukan perbaikan ekonomi secara baik. Baru mulai Pebruari 1946, pemerintah mulai memprakarsai usaha untuk memecahkan masalah-masalah ekonomi yang mendesak. Upaya-upaya itu diantaranya sebagai berikut :
1. Pinjaman Nasional
Program Pinjaman Nasional ini dilaksanakan oleh Menteri Keuangan. lr. Surachman dengan persetujuan BP-KNIP. Pinjaman Nasional akan dibayar kembali selama jangka waktu 40 tahun. Besar pinjaman yang dilakukan pada bulan Juli 1946 sebesar Rp. 1.000.000.000,00. Pada tahun pertama berhasil dikumpulkan uang sejumlah Rp. 500.000.000,00. Sukses yang dicapai ini menunjukkan besarnya dukungan dan kepercayaan rakyat kepada Pemerintah RI.
2. Konferensi Ekonomi, Februari 1946
Konferensi ini dihadiri oleh para cendekiawan, para gubernur dan para pejabat lainnya yang bertanggungjawab langsung mengenai masalah ekonomi di Jawa. Konferensi ini dipimpin oleh Menteri Kemakmuran, Ir. Darmawan Mangunkusumo. Tujuan konferensi ini adalah untuk memperoleh kesepakatan yang bulat dalam menanggulangi masalah-masalah ekonomi yang mendesak, seperti :
a.    masalah produksi dan distribusi makanan
Dalam masalah produksi dan distribusi bahan makanan disepakati bahwa sistem autarki lokal sebagai kelanjutan dari sistem ekonomi perang Jepang, secara berangsur-angsur akan dihapuskan dan diganti dengan sistem desentralisasi.
b.    masalah sandang
Mengenai masalah sandang disepakati bahwa Badan Pengawasan Makanan Rakyat diganti dengan Badan Persediaan dan Pembagian Makanan (PPBM) yang dipimpin oleh dr. Sudarsono dan dibawah pengawasan Kementerian Kemakmuran. PPBM dapat dianggap sebagai awal dari terbentuknya Badan Urusan Logistik (Bulog).
c.    status dan administrasi perkebunan-perkebunan
Mengenai masalah penilaian kembali status dan administrasi perkebunan yang merupakan perusahaan vital bagi RI, konferensi ini menyumbangkan beberapa pokok pikiran. Pada masa Kabinet Sjahrir, persoalan status dan administrasi perkebunan ini dapat diselesaikan. Semua perkebunan dikuasai oleh negara dengan sistem sentralisasi di bawah pengawasan Kementerian Kemakmuran.
Konferensi Ekonomi kedua diadakan di Solo pada tanggal 6 Mei 1946. Konferensi kedua ini membahas masalah perekonomian yang lebih luas, seperti program ekonomi pemerintah, masalah keuangan negara, pengendalian harga, distribusi dan alokasi tenaga manusia. Dalam konferensi ini Wakil Presiden Drs. Moh. Hatta memberikan saran-saran yang berkaitan dengan masalah rehabilitasi pabrik gula. Hal ini disebabkan gula merupakan bahan ekspor yang penting, oleh karena itu pengusahaannya harus dikuasai oleh negara. Hasil ekspor ini diharapkan dapat dibelikan atau ditukar dengan barang-barang lainnya yang dibutuhkan RI.
Saran yang disampaikan oleh Wakil Presiden ini dapat direalisasikan pada tanggal 21 Mei 1946 dengan dibentuknya Badan Penyelenggara Perusahaan Gula Negara (BPPGN) berdasarkan Peraturan Pemerintah No. 3/1946. Peraturan tersebut disempurnakan melalui Peraturan Pemerintah No. 4 tahun 1946, tanggal 6 Juni 1946 mengenai pembentukan Perusahaan Perkebunan Negara (PPN).
3.    Pembentukan Planning Board (Badan Perancang Ekonomi) pada tanggal 19 Januari 1947
Pembentukan Badan ini atas inisiatif Menteri Kemakmuran, dr. A.K. Gani. Badan ini merupakan badan tetap yang bertugas membuat rencana pembangunan ekonomi untuk jangka waktu 2 sampai 3 tahun. Sesudah Badan Perancang ini bersidang, A.K. Gani mengumumkan Rencana Pembangunan Sepuluh Tahun. Untuk mendanai Rencana Pembangunan ini terbuka baik bagi pemodal dalam negeri maupun bagi pemodal asing. Untuk menampung dana pembangunan tersebut pemerintah akan membentuk Bank Pembangunan.
Pada bulan April 1947, Badan Perancang ini diperluas menjadi Panitia Pemikir Siasat Ekonomi yang dipimpin langsung oleh Wakil Presiden Moh. Hatta, sedangkan A.K. Gani sebagai wakilnya. Panitia ini bertugas mempelajari, mengumpulkan data dan memberikan saran kepada pemerintah dalam merencanakan pembangunan ekonomi dan dalam rangka melakukan perundingan dengan pihak Belanda.
Semua hasil pemikiran ini belum berhasil dilaksanakan dengan baik, karena situasi politik dan militer yang tidak memungkinkan. Agresi Militer Belanda mengakibatkan sebagian besar daerah RI yang memiliki potensi ekonomi baik, jatuh ke tangan Belanda. Wilayah RI tinggal beberapa keresidenan di Jawa dan Sumatera yang sebagian besar tergolong sebagai daerah minus dan berpenduduk padat. Pecahnya Pemberontakan PKI Madiun dan Agresi Militer Belanda II mengakibatkan kesulitan ekonomi semakin memuncak.

4.    Rekonstruksi dan Rasionalisasi Angkatan Perang (RERA) pada tahun 1948.
Program yang diprakarsai oleh Wakil Presiden Drs. Moh. Hatta ini, dimaksudkan untuk mengurangi beban negara dalam bidang ekonomi, disamping meningkatkan efesiensi. Rasionalisasi ini meliputi penyempurnaan administrasi negara, Angkatan Perang dan aparat ekonomi.  Sejumlah satuan Angkatan Perang dikurangi secara dratis. Selanjutnya tenaga-tenaga bekas Angkatan Perang ini disalurkan ke bidang-bidang produktif dan diurus oleh Kementerian Pembangunan dan Pemuda.
5.    Rencana Kasimo (Kasimo Plan)
Program ini disusun oleh Menteri Urusan Bahan Makanan I.J. Kasimo. Pada dasarnya program ini berupa Rencana Produksi Tiga Tahun, 1948-1950 mengenai usaha swasembada pangan dengan beberapa petunjuk pelaksanaan yang praktis. Untuk mningkatkan produksi bahan pangan dalam program ini, Kasimo menyarankan agar :
a.    menanami tanah-tanah kosong di Sumatera timur seluas 281.277 ha.;
b.    di Jawa dilakkan intensifikasi dengan menanam bibit unggul;
c.    pencegahan penyembelihan hewan-hewan yang berperan penting bagi produksi pangan;
d.    disetiap desa dibentuk kebun-kebun bibit;
e.    tranmigrasi.
6.    Persatuan Tenaga Ekonomi (PTE)
Organisasi yang  dipimpin B.R. Motik ini, bertujuan untuk menggiatkan kembali partisipasi pengusaha swasta. Dengan dibentuknya PTE juga diharapkan dapat dan melenyapkan individualisasi di kalangan organisasi pedagang sehingga dapat memperkokoh ketahanan ekonomi bangsa Indonesia. Pemerintah menganjurkan agar pemerintah daerah usaha-usaha yang dilakukan oleh PTE. Akan tetapi nampaknya PTE tidak dapat berjalan dengan baik. PTE hanya mampu mendirikan Bank PTE di Yogyakarta dengan modal awal Rp. 5.000.000. Kegiatan PTE semakin mundur akibat dari Agresi Militer Belanda.
Selain PTE perdagangan swasta lainnya yang juga membantu usaha ekonomi pemerintah adalah Banking and Trading Corporation (Perseroan Bank dan Perdagangan).

Materi Sejarah Kls.XII IPS SMANDAKOSTA

PERISTIWA SEKITAR PROKLAMASI 17 AGUSTUS 1945


A.   PEMBENTUKAN BPUPKI
Pada tahun 1944 Saipan jatuh ke tangan Sekutu. Demikian halnya dengan pasukan Jepang di Papua Nugini, Kepulauan Solomon dan Kepulauan Marshall, dipukul mundur oleh pasukan Sekutu. Dengan demikian seluruh garis pertahanan Jepang di Pasifik sudah hancur dan bayang-bayang kekalahan Jepang mulai nampak. Selanjutnya Jepang mengalami serangan udara di kota Ambon, Makasar, Menado dan Surabaya. Bahkan pasukan Sekutu telah mendarat di daerah-daerah minyak seperti Tarakan dan Balikpapan.
Dalam situasi kritis tersebut, pada tanggal 1 maret 1945 Letnan Jendral Kumakici Harada, pimpinan pemerintah pendudukan Jepang di Jawa, mengumumkan pembentukan Badan Penyelidik Usaha-usaha Persiapan Kemerdekaan Indonesia (Dokuritsu Junbi Cosakai). Pembentukan badan ini bertujuan untuk menyelidiki hal-hal penting menyangkut pembentukan negara Indonesia merdeka. Pengangkatan pengurus ini diumumkan pada tanggal 29 April 1945. dr. K.R.T. Radjiman Wediodiningrat diangkat sebagai ketua (Kaico). Sedangkan yang duduk sebagai Ketua Muda (Fuku Kaico) pertama dijabat oleh seorang Jepang, Shucokan Cirebon yang bernama Icibangase. R.P. Suroso diangkat sebagai Kepala Sekretariat dengan dibantu oleh Toyohito Masuda dan Mr. A.G. Pringgodigdo.
B.   SIDANG-SIDANG BPUPKI
Pada tanggal 28 Mei 1945 dilangsungkan upacara peresmian Badan Penyelidik Usaha-usaha Persiapan Kemerdekaan bertempat di gedung Cuo Sangi In, Jalan Pejambon (sekarang Gedung Departemen Luar Negeri), Jakarta. Upacara peresmian itu dihadiri pula oleh dua pejabat Jepang, yaitu : Jenderal Itagaki (Panglima Tentara Ketujuh yang bermarkas di Singapura dan Letnan Jenderal Nagano (Panglima Tentara Keenambelas yang baru). Pada kesempatan itu dikibarkan  bendera Jepang, Hinomaru oleh Mr. A.G. Pringgodigdo yang disusul dengan pengibaran bendera Sang Merah Putih oleh Toyohiko Masuda. Peristiwa itu membangkitkan semangat para anggota dalam usaha mempersiapkan kemerdekaan Indonesia.

Sidang BPUPKI
Persidangan BPUPKI untuk merumuskan Undang-undang Dasar diawali dengan pembahasan mengenai persoalan “dasar” bagi Negara Indonesia Merdeka. Untuk itulah pada kata pembukaannya, ketua BPUPKI, dr. Radjiman Wediodiningrat meminta pandangan para anggota mengenai dasar Negara Indonesia merdeka tersebut. Tokoh yang pertama kali mendapatkan kesempatan untuk mengutarakan rumusan Dasar Negara Indonesia Merdeka adalah Mr. Muh. Yamin. Pada hari pertama persidangan pertama tanggal 29 Mei 1945, Muh. Yamin mengemukakan lima “Azas Dasar Negara Kebangsaan Republik Indonesia” sebagai berikut :
1.   Peri Kebangsaan;
2.   Peri Kemanusiaan;
3.   Peri Ke-Tuhanan;
4.   Peri Kerakyatan;
5.   Kesejahteraan Rakyat.
Dua hari kemudian pada tanggal 31 Mei 1945 Prof. Dr. Mr. Supomo mengajukan Dasar Negara Indonesia Merdeka adalah sebagai berikut :
1.   persatuan
2.   kekeluargaan
3.   keseimbangan
4.   musyawarah
5.   keadilan sosial
Keesokan harinya pada tanggal 1 Juni 1945 berlangsunglah rapat terakhir dalam persidangan pertama itu. Pada kesempatan itulah Ir. Sukarno mengemukakan pidatonya yang kemudian dikenal sebagai “Lahirnya Pancasila”. Keistimewaan pidato Ir. Sukarno adalah selain berisi pandangan mengenai Dasar Negara Indonesia Merdeka, juga berisi usulan mengenai nama bagi dasar negara, yaitu : Pancasila, Trisila, atau Ekasila. “Selanjutnya sidang memilih nama Pancasila sebagai nama dasar negara. Lima dasar negara yang diusulkan oleh Ir. Sukarno adalah sebagai berikut :
1.   Kebangsaan Indonesia;
2.   Internasionalisme atau peri-kemanusiaan;
3.   Mufakat atau demokrasi
4.   Kesejahteraan sosial;
5.   Ke-Tuhanan Yang Maha Esa.
Persidangan pertama BPUPKI berakhir pada tanggal 1 Juni 1945. Sidang tersebut belum menghasilkan keputusan akhir mengenai Dasar Negara Indonesia Merdeka. Selanjutnya diadakan masa “reses” selama satu bulan lebih.
Pada tanggal 22 Juni 1945 BPUPKI membentuk Panitia Kecil yang beranggotakan 9 orang. Oleh karena itu panitia ini juga disebut sebagai Panitia Sembilan. Anggota-anggota Panitia Sembilan ini adalah sebagai berikut :
1.   Ir. Sukarno
2.   Drs. Moh. Hatta
3.   Muh. Yamin
4.   Mr. Ahmad Subardjo
5.   Mr. A.A. Maramis
6.   Abdulkadir Muzakkir
7.   K.H. Wachid Hasyim
8.   K.H. Agus Salim
9.   Abikusno Tjokrosujoso.
Musyawarah dari Panitia Sembilan ini kemudian menghasilkan suatu rumusan yang menggambarkan maksud dan tujuan pembentukan Negara Indonesia Merdeka. Oleh Muh.Yamin rumusan itu diberi nama Jakarta Charter atau Piagam Jakarta. Rumusan draft dasar negara Indonesia Merdeka itu adalah :
1.   Ke-Tuhanan, dengan kewajiban menjalankan Syari’at Islam bagi pemeluk-pemeluknya;
2.   (menurut) dasar kemanusiaan yang adil dan beradab;
3.   Persatuan Indonesia;
4.   (dan) kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan perwakilan;
5.   (serta dengan mewujudkan suatu) keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.
Pada tanggal 10 Juli 1945 dibahas Rencana Undang-undang Dasar, termasuk soal pembukaan atau preambule-nya oleh sebuah Panitia Perancang Undang-undang Dasar yang diketuai oleh Ir. Sukarno dan beranggotakan 21 orang. Pada tanggal 11 Juli 1945, Panitia Perancang Undang-undang Dasar dengan suara bulat menyetujui isi preambule (pembukaan) yang diambil dari Piagam Jakarta.
Selanjutnya panitia tersebut membentuk Panitia Kecil Perancang Undang-undang Dasar yang diketuai Prof. Dr. Mr. Supomo dengan anggotanya Mr. Wongsonegoro, Mr. Ahmad Subardjo, Mr. A.A. Maramis, Mr. R.P. Singgih, H. Agus Salim dan Sukiman. Hasil perumusan panitia kecil ini kemudian disempurnakan bahasanya oleh Panitia Penghalus Bahasa yang terdiri dari Husein Djajadiningrat, Agus Salim dan Supomo.
Persidangan kedua BPUPKI dilaksanakan pada tanggal 14 Juli 1945 dalam rangka menerima laporan Panitia Perancang Undang-undang Dasar. Ir. Sukarno selaku ketua panitia melaporkan tiga hasil, yaitu :
1.    Pernyataan Indonesia Merdeka;
2.    Pembukaan Undang-undang Dasar;
3.    Undang-undang Dasar (batang tubuh);
C.   AKTIVITAS GOLONGAN MUDA
Angkatan Moeda Indonesia dan Gerakan Angkatan Baroe Indonesia
Sebelum BPUPKI dibentuk di Bandung pada tanggal 16 Mei 1945 telah diadakan Kongres Pemuda Seluruh Jawa yang diprakarsai Angkatan Moeda Indonesia. Organisasi itu sebenarnya dibentuk atas inisitaif Jepang pada pertengahan 1944, akan tetapi kemudian berkembang menjadi suatu pergerakan pemuda yang anti-Jepang. Kongres pemuda itu dihadiri oleh lebih 100 utusan pemuda, pelajar dan mahasiswa seluruh Jawa diantaranya Djamal Ali, Chairul Saleh, Anwar Tjokroaminoto, Harsono Tjokroaminoto serta sejumlah mahasiswa Ika Daigaku Jakarta. Kongres menghimbau para pemuda di Jawa hendaknya bersatu dan mempersiapkan diri untuk melaksanakan proklamasi kemerdekaan yang bukan hadiah Jepang. Setelah tiga hari berlangsung kongres akhirnya memutuskan dua buah resolusi, yaitu:
1.    semua golongan Indonesia, terutama golongan pemuda dipersatukan dan dibulatkan dibawah satu pimpinan nasional.
2.    dipercepatnya pelaksanaan pernyataan kemerdekaan Indonesia. Walaupun demikian kongres pun akhirnya menyatakan dukungan sepenuhnya dan kerjasama erat dengan Jepang dalam usaha mencapai kemerdekaan.
Pernyataan tersebut tidak memuaskan beberapa tokoh pemuda yang hadir, seperti utusan dari Jakarta yang dipimpin oleh Sukarni, Harsono Tjokroaminoto dan Chairul Saleh. Mereka bertekad untuk menyiapkan suatu gerakan pemuda yang lebih radikal. Untuk itulah pada tanggal 3 Juni 1945 diadakan suatu pertemuan rahasia di Jakarta untuk membentuk suatu panitia khusus yang diketuai oleh B.M. Diah, dengan anggotanya Sukarni, Sudiro, Sjarif Thajeb, Harsono Tjokroaminoto, Wikana, Chairul Saleh, P. Gultom, Supeno dan Asmara Hadi.
Pertemuan semacam itu diadakan lagi pada tanggal 15 Juni 1945, yang menghasilkan pembentukan Gerakan Angkatan Baroe Indonesia. Dalam prakteknya kegiatan organisasi itu banyak dikendalikan oleh para pemuda dari Asrama Menteng 31. Tujuan dari gerakan itu, seperti yang tercantum di dalam surat kabar Asia Raja pada pertengahan bulan Juni 1945, menunjukkan sifat gerakan yang lebih radikal sebagai berikut :
1.    mencapai persatuan kompak di antara seluruh golongan masyarakat Indonesia;
2.    menanamkan semangat revolusioner massa atas dasar kesadaran mereka sebagai rakyat yang berdaulat;
3.    membentuk Negara Kesatuan Republik Indonesia;
4.    mempersatukan Indonesia bahu-membahu dengan Jepang, tetapi jika perlu gerakan itu bermaksud untuk mencapai kemerdekaan dengan kekuatannya sendiri.
Gerakan Rakyat Baroe
Gerakan Rakyat Baroe dibentuk berdasarkan hasil sidang ke-8  Cuo Sangi In yang mengusulkan berdirinya suatu gerakan untuk mengobar-ngobarkan semangat cinta kepada tanah air dan semangat perang. Pembentukan badan ini diperkenankan oleh Saiko Shikikan yang baru, Letnan Jenderal Y. Nagano pada tanggal 2 juli 1945. Susunan pengurus pusat organisasi ini terdiri dari 80 orang. Anggotanya terdiri atas penduduk asli Indonesia dan bangsa Jepang, golongan Cina, golongan Arab dan golongan peranakan Eropa. Tokoh-tokoh pemuda radikal seperti Chairul Saleh, Sukarni, B.M. Diah, Asmara Hadi, Harsono Tjokroaminoto, Wikana, Sudiro, Supeno, Adam Malik, S.K. Trimurti, Sutomo dan Pandu Kartawiguna diikutsertakan dalam organisasi tersebut.
Tujuan pemerintah Jepang mengangkat wakil-wakil golongan muda di dalam organisasi itu adalah agar pemerintah Jepang dapat mengawasi kegiatan-kegiatan mereka. Sumobuco Mayor Jenderal Nishimura menegaskan bahwa setiap pemuda yang tergabung di dalamnya harus tunduk sepenuhnya kepada Gunseikanbu (pemerintah militer Jepang) dan mereka harus bekerja dibawah pengawasan pejabat-pejabat pemerintah. Dengan demikian berarti kebebasan bergerak para pemuda dibatasi, sehingga timbullah rasa tidak puas. Oleh karena itulah, tatkala Gerakan Rakyat Baroe ini diresmikan pada tanggal 28 Juli 1945, tidak seorang pun pemuda radikal yang bersedia memduduki kursi yang telah disediakan. Sehingga nampak semakin tajam perselisihan paham antara golongan tua dan golongan muda tentang cara melaksanakan pembentukan negara Indonesia Merdeka.
D.   PEMBENTUKAN PPKI
Pada tanggal 7 Agustus 1945 BPUPKI dibubarkan. Sebagai gantinya pemerintah pendudukan Jepang membentuk PPKI (Dokuritsu Junbi Inkai). Sebanyak 21 anggota PPKI yang terpilih tidak hanya terbatas pada wakil-wakil dari Jawa yang berada di bawah pemerintahan Tentara Keenambelas, tetapi juga dari berbagai pulau, yaitu : 12 wakil dari Jawa, 3 wakil dari Sumatera, 2 wakil dari Sulawesi, seorang dari Kalimantan, seorang dari Sunda Kecil (Nusatenggara), seorang dari Maluku dan seorang lagi dari golongan penduduk Cina. Ir. Sukarno ditunjuk sebagai ketua PPKI dan Drs. Moh. Hatta ditunjuk sebagai wakil ketuanya. Sedangkan Mr. Ahmad Subardjo ditunjuk sebagai penasehatnya.
Kepada para anggota PPKI, Gunseikan Mayor Jenderal Yamamoto menegaskan bahwa para anggota PPKI tidak hanya dipilih oleh pejabat di lingkungan Tentara Keenambelas, akan tetapi oleh Jenderal Besar Terauci sendiri yang menjadi penguasa perang tertinggi di seluruh Asia Tenggara.
Dalam rangka pengangkatan itulah, Jenderal Besar Terauci memanggil tiga tokoh Pergerakan Nasional, yaitu Ir. Sukarno, Drs. Moh. Hatta dan dr. Radjiman Wediodiningrat. Pada tanggal 9 Agustus 1945 mereka berangkat menuju markas besar Terauci di Dalat, Vietnam Selatan. Dalam pertemuan di Dalat pada  tanggal 12 Agustus 1945 Jenderal Besar Terauci menyampaikan kepada ketiga tokoh itu bahwa Pemerintah Kemaharajaan telah memutuskan untuk memberikan kemerdekaan kepada Indonesia. Pelaksanaannya dapat dilakukan segera setelah persiapannya selesai oleh PPKI. Wilayah Indonesia akan meliputi seluruh bekas wilayah Hindia Belanda.
Ketika ketiga tokoh itu berangkat kembali menuju Jakarta pada tanggal 14 Agustus 1945, Jepang telah dibom atom oleh Sekutu di kota Hirosima dan Nagasaki. Bahkan Uni Soviet mengingkari janjinya dan menyatakan perang terhadap Jepang seraya melakukan penyerbuan ke Manchuria. Dengan demikian dapat diramalkan bahwa kekalahan Jepang akan segera terjadi. Keesokan harinya, pada tanggal 15 Agustus 1945 Sukarno-Hatta tiba kembali di tanah air. Dengan bangganya Ir. Sukarno berkata : “Sewaktu-waktu kita dapat merdeka; soalnya hanya tergantung kepada saya dan kemauan rakyat memperbarui tekadnya meneruskan perang suci Dai Tao ini. Kalau dahulu saya berkata ‘Sebelum jagung berbuah, Indonesia akan merdeka : sekarang saya dapat memastikan Indonesia akan merdeka, sebelum jagung berbuah.” Perkataan itu menunjukkan bahwa Ir. Sukarno pada saat itu belum mengetahui bahwa Jepang telah menyerah kepada Sekutu.
E.   PERBEDAAN PENDAPAT ANTARA GOLONGAN TUA DAN GOLONGAN MUDA
Berita tentang kekalahan Jepang, diketahui oleh sebagian golongan muda melalui radio siaran luar negeri. Pada malam harinya Sutan syahrir menyampaikan berita itu kepada Moh. Hatta. Syahrir juga menanyakan mengenai kemerdekaan Indonesia sehubungan dengan peristiwa tersebut. Moh. Hatta berjanji akan menanyakan hal itu kepada Gunseikanbu. Setelah yakin bahwa Jepang telah menyerah kepada Sekutu, Moh. Hatta mengambil keputusan untuk segera mengundang anggota PPKI.
Selanjutnya golongan muda mengadakan rapat di salah satu ruangan Lembaga Bakteriologi di Jalan Pegangsaan Timur, Jakarta. Rapat dilaksanakan pada tanggal 15 agustus 1945, pukul 20.30 waktu Jawa. Rapat yang dipimpin oleh Chairul Saleh itu menghasilkan keputusan  “ kemerdekaan  Indonesia adalah hak dan soal rakyat Indonesia sendiri, tak dapat digantungkan pada orang dan negara lain. Segala ikatan dan hubungan dengan janji kemerdekaan dari Jepang harus diputuskan dan sebaliknya diharapkan diadakan perundingan dengan golongan muda agar mereka diikutsertakan dalam pernyataan proklamasi.”
Keputusan rapat itu disampaikan oleh Wikana dan Darwis pada pukul 22.30 waktu Jawa kepada Ir. Sukarno di rumahnya, Jl. Pegangsaan Timur 56, Jakarta.  Kedua utusan tersebut segera menyampaikan keputusan golongan muda agar Ir. Sukarno segera memproklamasikan kemerdekaan Indonesia tanpa menunggu hadiah dari Jepang. Tuntutan Wikana yang disertai ancaman bahwa akan terjadi pertumpahan darah jika Ir. Sukarno tidak menyatakan proklamasi keesokan harinya telah menimbulkan ketegangan. Ir. Sukarno marah dan berkata “Ini leher saya, seretlah saya ke pojok itu dan sudahilah nyawa saya malam ini juga, jangan menunggu sampai besok. Saya tidak bisa melepaskan tanggungjawab saya sebagai ketua PPKI.  Karena itu saya tanyakan kepada wakil-wakil PPKI besok”.  Ketegangan itu juga disaksikan oleh golongan tua lainnya seperti : Drs. Moh. Hatta, dr. Buntaran, dr. Samsi, Mr. Ahmad Subardjo dan Iwa Kusumasumantri.
Dalam diskusi antara Darwis dan Wikana, Moh. Hatta berkata, “Dan kami pun tak dapat ditarik-tarik atau didesak supaya mesti juga mengumumkan proklamasi itu. Kecuali jiak Saudara-saudara memang sudah siap dan sanggup memproklamasikan. Cobalah! Saya pun ingin melihat kesanggupan Saudara-saudara !” Utusan itu pun menjawab “Kalau begitu pendirian Saudara-saudara berdua, baiklah ! Dan kami pemuda-pemuda tidak dapat menanggung sesuatu, jika besok siang proklamasi belum juga diumumkan. Kami pemuda-pemuda akan bertindak dan menunjukkan kesanggupan yang saudara kehendaki itu!”
F.   PERISTIWA RENGASDENGKLOK
Sekitar pukul 12.00 kedua utusan meninggalkan halaman rumah Ir. Sukarno dengan diliputi perasaan kesal memikirkan sikap dan perkataan sukarno-Hatta. Sesampainya mereka di tempat rapat, mereka melaporkan semuanya. Menanggapi hal itu  kembali golongan muda mengadakan rapat dini hari tanggal 16 Agustus 1945 di asrama Baperpi, Jalan Cikini 71, Jakarta. Selain dihadiri oleh para pemuda yang mengikuti rapat sebelumnya, rapat ini juga dihadiri juga oleh Sukarni, Jusuf Kunto, dr. Muwardi dari Barisan Pelopor dan Shudanco Singgih dari Daidan PETA Jakarta Syu. Rapat ini membuat keputusan “menyingkirkan Ir. Sukarno dan Drs. Moh. Hatta ke luar kota dengan tujuan untuk menjauhkan mereka dari segala pengaruh Jepang”. Untuk menghindari kecurigaan dari pihak Jepang, Shudanco Singgih mendapatkan kepercayaan untuk melaksanakan rencana tersebut.
Rencana ini berjalan lancar karena mendapatkan dukungan perlengkapan Tentara PETA dari Cudanco Latief Hendraningrat yang pada saat itu sedang menggantikan Daidanco Kasman Singodimedjo yang sedang bertugas ke Bandung. Maka pada tanggal 16 Agustus 1945 pukul 04.30 waktu Jawa sekelompok pemuda membawa Ir. Sukarno dan Drs. Moh. Hatta ke luar kota menuju Rengasdengklok, sebuah kota kawedanan di pantai utara Kabupaten Karawang. Alasan yang mereka kemukakan ialah bahwa keadaan di kota sangat genting, sehingga keamanan Sukarno-Hatta di dalam kota sangat dikhawatirkan. Tempat yang dituju merupakan kedudukan sebuah cudan (kompi) tentara PETA Rengasdengklok dengan komandannya Cudanco Subeno.
Sehari penuh Sukarno dan Hatta berada di Rengasdengklok. Kewibawaan yang besar dari kedua tokoh ini membuat para pemuda segan untuk melakukan penekanan lebih jauh. Namun dalam suatu pembicaraan berdua dengan Ir. Sukarno, Shudanco Singgih beranggapan Sukarno bersedia untuk menyatakan proklamasi segera setelah kembali ke Jakarta. Oleh karena itulah Singgih pada tengah hari itu kembali ke Jakarta untuk menyampaikan rencana proklamasi kepada kawan-kawannya.
Sementara itu di Jakarta para anggota PPKI yang diundang rapat pada tanggal 16 agustus memenuhi undangannya dan berkumpul di gedung Pejambon 2. Akan tetapi rapat itu tidak dapat dihadiri oleh pengundangnya Sukarno-Hatta yang sedang berada di Rengasdengklok. Oleh karena itu mereka merasa heran. Satu-satu jalan untuk mengetahui mereka adalah melalui Wikana salah satu utusan yang bersitegang dengan Sukarno-Hatta malam harinya. Oleh karena itulah Mr. Ahmad Subardjo mendekati Wikana. Selanjutnya antara kedua tokoh golongan tua dan tokoh golongan muda itu tercapai kesepakatan bahwa Proklamasi Kemerdekaan harus dilaksanakan di Jakarta. Karena adanya kesepakatan itu, maka Jusuf Kunto dari golongan muda bersedia mengantarkan Mr. Ahmad Subardjo bersama sekretarisnya, Sudiro (Mbah) ke Rengasdengklok. Rombongan ini tiba pada pukul 18.00 waktu Jawa. Selanjutnya Ahmad Subardjo memberikan jaminan dengan taruhan nyawa bahwa Proklamasi Kemerdekaan akan diumumkan pada keesokan harinya tanggal 17 Agustus 1945 selambat-lambatnya pukul 12.00. Dengan adanya jaminan itu, maka komandan kompi PETA Rengasdengklok, Cudanco Subeno bersedia melepaskan Ir. Sukarno dan Drs. Moh Hatta kembali ke Jakarta.
G.   PERUMUSAN TEKS PROKLAMASI
Rombongan tiba kembali di Jakarta pada pukul 23.30 waktu Jawa. Setelah Sukarno dan Hatta singgah di rumah masing-masing rombongan kemudian menuju ke rumah Laksamana Maeda di Jalan Imam Bonjol No. 1, Jakarta (sekarang Perpustakaan Nasional). Hal itu juga disebabkan Laksamana Tadashi Maeda telah menyampaikan kepada Ahmad Subardjo  (sebagai salah satu pekerja di kantor Laksamana Maeda) bahwa ia menjamin keselamatan mereka selama berada di rumahnya.
Sebelum mereka memulai merumuskan naskah proklamasi, terlebih dahulu Sukarno dan Hatta menemui Somubuco (Kepala Pemerintahan Umum) Mayor Jenderal Nishimura, untuk menjajagi sikapnya mengenai Proklamasi Kemerdekaan. Mereka ditemani oleh Laksamana Maeda, Shigetada Nishijima dan Tomegoro Yoshizumi serta Miyoshi sebagai penterjemah. Pertemuan itu tidak mencapai kata sepakat. Nishimura menegaskan bahwa garis kebijakan Panglima Tentara Keenambelas di Jawa adalah “dengan menyerahnya Jepang kepada sekutu berlaku ketentuan bahwa tentara Jepang tidak diperbolehkan lagi merubah status quo (status politik Indonesia). Sejak tengah hari sebelumnya tentara Jepang semata-mata sudah merupakan alat Sekutu dan diharuskan tunduk kepada sekutu”. Berdasarkan garis kebijakan itu Nishimura melarang Sukarno-Hatta untuk mengadakan rapat PPKI dalam rangka proklamasi kemerdekaan.
Sampailah Sukarno-Hatta pada kesimpulan bahwa tidak ada gunanya lagi membicarakan kemerdekaan Indonesia dengan pihak Jepang. Akhirnya mereka hanya mengharapkan pihak Jepang tidak menghalang-halangi pelaksanaan proklamasi yang akan dilaksanakan oleh rakyat Indonesia sendiri. Maka mereka kembali ke rumah Laksamana Maeda. Sebagai tuan rumah Maeda mengundurkan diri ke lantai dua. Sedangkan di ruang makan, naskah proklamasi dirumuskan oleh tiga tokoh golongan tua, yaitu : Ir. Sukarno, Drs. Moh. Hatta dan Mr. Ahmad Subardjo. Peristiwa ini disaksikan oleh Miyoshi sebagai orang kepercayaan Nishimura, bersama dengan tiga orang tokoh pemuda lainnya, yaitu : Sukarni, Mbah Diro dan B.M. Diah. Sementara itu tokoh-tokoh lainnya, baik dari golongan muda maupun golongan tua menunggu di serambi muka.
Ir. Sukarno yang menuliskan konsep naskah proklamasi, sedangkan Drs. Moh. Hatta dan Mr Ahmad Subardjo menyumbangkan pikiran secara lisan. Kalimat pertama dari naskah proklamasi merupakan saran dari Mr. Ahmad Subardjo yang diambil dari rumusan BPUPKI. Sedangkan kalimat terakhir merupakan sumbangan pikiran dari Drs. Moh. Hatta. Hal itu disebabkan menurut beliau perlu adanya tambahan pernyataan pengalihan kekuasaan (transfer of sovereignty). Sehingga naskah proklamasi yang dihasilkan adalah sebagai berikut :
Proklamasi
Kami bangsa Indonesia dengan ini menjatakan kemerdekaan Indonesia.
Hal-2 jang mengenai pemindahan kekoeasaan d.l.l., diselengarakan dengan tjara seksama dan dalam tempoh jang sesingkat-singkatnja
Djakarta, 17 – 8 –‘05
Wakil-2 bangsa Indonesia,
Pada pukul 04.30 waktu Jawa konsep naskah proklamasi selesai disusun. Selanjutnya mereka menuju ke serambi muka menemui para hadirin yang menunggu. Ir. Sukarno memulai membuka pertemuan dengan membacakan naskah proklamasi yang masih merupakan konsep tersebut. Ir. Sukarno meminta kepada semua hadirin untuk menandatangani naskah proklamasi selaku wakil-wakil bangsa Indonesia. Pendapat itu diperkuat oleh Moh. Hatta dengan mengambil contoh naskah “Declaration of Independence” dari Amerika Serikat. Usulan tersebut ditentang oleh tokoh-tokoh pemuda. Karena mereka beranggapan bahwa sebagian tokoh-tokoh tua yang hadir adalah “budak-budak” Jepang. Selanjutnya Sukarni, salah satu tokoh golongan muda, mengusulkan agar yang menandatangani naskah proklamasi cukup Sukarno-Hatta atas nama bangsa Indonesia.
Setelah usulan Sukarni itu disetujui, maka Ir. Sukarno meminta kepada Sajuti Melik untuk mengetik naskah tulisan tangan Sukarno tersebut, dengan disertai perubahan-perubahan yang telah disepakati. Ada tiga perubahan yang terdapat pada naskah ketikan Sajuti Melik, yaitu : kata “tempoh” diganti “tempo”, sedangkan kata “wakil-wakil bangsa Indonesia” diganti dengan “Atas nama bangsa Indonesia”. Perubahan juga dilakukan dalam cara menuliskan tanggal, yaitu “Djakarta, 17-8-05” menjadi “Djakarta, hari 17 boelan 8 tahoen ‘05”. Sehingga naskah proklamasi ketikan Sajuti Melik itu, adalah sebagai berikut :
PROKLAMASI
Kami bangsa Indonesia dengan ini menjatakan Kemerdekaan Indonesia.
Hal-hal jang mengenai pemindahan kekoeasaan d.l.l., diselengarakan dengan tjara seksama dan dalam tempoh jang sesingkat-singkatnja
Djakarta, hari 17 boelan 8 tahoen ‘05
Atas nama bangsa Indonesia,
Soekarno/Hatta
(tandatangan Sukarno)
(tandatangan Hatta)
Selanjutnya timbul persoalan dimanakah proklamasi akan diselenggarakan. Sukarni mengusulkan bahwa Lapangan Ikada (sekarang bagian tenggara lapangan Monumen Nasional) telah dipersiapkan bagi berkumpulnya masyarakat Jakarta untuk mendengar pembacaan naskah Proklamasi. Namun Ir. Sukarno menganggap lapangan Ikada adalah salah satu lapangan umum yang dapat menimbulkan bentrokan antara rakyat dengan pihak militer Jepang. Oleh karena itu Bung Karno mengusulkan agar upacara proklamasi dilaksanakan di rumahnya, di Jalan Pegangsaan Timur No. 56 dan disetujui oleh para hadirin.
H.   PELAKSANAAN PROKLAMASI KEMERDEKAAN 17 AGUSTUS 1945
Pada pukul 05.00 waktu Jawa tanggal 17 Agustus 1945, para pemimpin Indonesia dari golongan tua dan golongan muda keluar dari rumah Laksamana Maeda. Mereka pulang ke rumah masing-masing setelah berhasil merumuskan naskah proklamasi. Mereka telah sepakat untuk memproklamasikan kemerdekaan pada pukul 10.30 waktu Jawa atau pukul 10.00 WIB sekarang. Sebelum pulang Bung Hatta berpesan kepada para pemuda yang bekerja di kantor berita dan pers, utamanya B.M. Diah untuk memperbanyak teks proklamasi dan menyiarkannya ke seluruh dunia.
Pagi hari itu, rumah Ir. Sukarno dipadati oleh sejumlah massa pemuda yang berbaris dengan tertib. Untuk menjaga keamanan upacara pembacaan proklamasi, dr. Muwardi (Kepala Keamanan Ir. Sukarno) meminta kepada Cudanco Latief Hendraningrat untuk menugaskan anak buahnya berjaga-jaga di sekitar rumah Ir. Sukarno. Sedangkan Wakil Walikota Suwirjo memerintahkan kepada Mr. Wilopo untuk mempersiapkan  pengeras suara. Untuk itu Mr. Wilopo dan Nyonopranowo pergi ke rumah Gunawan pemilik toko radio Satria di Jl. Salemba Tengah 24, untuk meminjam mikrofon dan pengeras suara. Sudiro yang pada waktu itu juga merangkap sebagai sekretaris Ir. Sukarno memerintahkan kepada S. Suhud (Komandan Pengawal Rumah Ir. Sukarno) untuk menyiapkan tiang bendera. Suhud kemudian mencari sebatang bambu di belakang rumah. Bendera yang akan dikibarkan sudah dipersiapkan oleh Nyonya Fatmawati.
Menjelang pukul 10.30 para pemimpin bangsa Indonesia telah berdatangan ke Jalan Pegangsaan Timur. Diantara mereka nampak Mr. A.A. Maramis, Ki Hajar Dewantara, Sam Ratulangi, K.H. Mas Mansur, Mr. Sartono, M. Tabrani, A.G. Pringgodigdo dan sebagainya. Adapun susunan acara yang telah dipersiapkan adalah sebagai berikut:
Pertama, Pembacaan Proklamasi;
Kedua, Pengibaran Bendera Merah Putih;
Ketiga, Sambutan Walikota Suwirjo dan Muwardi.
Lima menit sebelum acara dimulai, Bung Hatta datang dengan berpakaian putih-putih. Setelah semuanya siap, Latief Hendraningrat memberikan aba-aba kepada seluruh barisan pemuda dan mereka pun kemudian berdiri tegak dengan sikap sempurna. Selanjutnya Latif mempersilahkan kepada Ir. Sukarno dan Moh. Hatta. Dengan suara yang mantap Bung Karno mengucapkan pidato pendahuluan singkat yang dilanjutkan dengan pembacaan teks proklamasi.
Acara dilanjutkan dengan pengibaran bendera Merah Putih. S. Suhud mengambil bendera dari atas baki yang telah disediakan dan mengikatkannya pada tali dengan bantuan Cudanco Latif Hendraningrat. Bendera dinaikkan perlahan-lahan. Tanpa dikomando para hadirin spontan menyanyikan Indonesia Raya. Acara selanjutnya adalah  sambutan dari Walikota Suwirjo dan dr. Muwardi.
Berita proklamasi yang sudah meluas di seluruh Jakarta disebarkan ke seluruh Indonesia. Pagi hari itu juga, teks proklamsi telah sampai di tangan Kepala Bagian Radio dari Kantor Berita Domei, Waidan B. Palenewen. Segera ia memerintahkan F. Wuz untuk menyiarkan tiga kali berturut-turut. Baru dua kali F. Wuz menyiarkan berita itu, masuklah orang Jepang ke ruangan radio. Dengan marah-marah orang Jepang itu memerintahkan agar penyiaran berita itu dihentikan. Tetapi Waidan memerintahkan kepada F. Wuz untuk terus menyiarkannya. Bahkan berita itu kemudian diulang setiap setengah jam sampai pukul 16.00 saat siaran radio itu berhenti. Akibatnya, pucuk pimpinan tentara Jepang di Jawa memerintahkan untuk meralat berita itu. Dan pada hari Senin tanggal 20 Agustus 1945 pemancar itu disegel dan pegawainya dilarang masuk.
Walaupun demikian para tokoh pemuda tidak kehilangan akal. Mereka membuat pemancar baru dengan bantuan beberapa orang tehnisi radio, seperti : Sukarman, Sutamto, Susilahardja dan Suhandar. Sedangkan alat-alat pemancar mereka ambil bagian-demi bagian dari kantor betita Domei, kemudian dibawa ke Jalan Menteng 31. Maka terciptalah pemancar baru di Jalan Menteng 31. Dari sinilah seterusnya berita proklamasi disiarkan.
Selain lewat radio, berita proklamasi juga disiarkan lewat pers dan surat selebaran. Hampir seluruh harian di Jawa dalam penerbitannya tanggal 20 Agustus 1945 memuat berita proklamasi dan Undang-undang Dasar Negara Republik Indonesia